BPS dan APPBI: Fenomena 'Rojali' Indikasi Konsumsi Masyarakat Tertahan

Langsung Tanya AI Gratis

Pertanyaan

image cover
schedule

Tanggal Publikasi

25 Jul 2025
account_circle
newspaper

Artikel Terkait

1 artikel

BPS menilai fenomena 'rojali' indikasikan masyarakat menahan konsumsi, terutama kelas menengah bawah. Survei Susenas 2025 menunjukkan kecenderungan menahan konsumsi, namun belum berdampak signifikan pada kemiskinan. 'Rojali' lebih berdampak pada kelompok menengah ke atas. APPBI menyatakan 'rojali' disebabkan penurunan daya beli, dengan kunjungan meningkat namun belanja tidak sebanding, sehingga pertumbuhan omzet pusat belanja di bawah 10 persen.

๐Ÿ“Š Fakta Utama 'Rojali'

  • Badan Pusat Statistik (BPS) menilai fenomena 'rojali' (rombongan jarang beli) sebagai indikasi masyarakat menahan konsumsi.
  • Fenomena 'rojali' berpotensi menjadi penanda awal tekanan ekonomi, terutama bagi kelas menengah bawah.
  • Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, menyatakan 'rojali' tahun ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
  • Meskipun kunjungan ke pusat perbelanjaan meningkat, peningkatan belanja tidak sebanding dengan jumlah pengunjung.

๐Ÿ“ˆ Implikasi Ekonomi & Survei

  • BPS mencatat bahwa dampak 'rojali' lebih terasa pada kelompok menengah ke atas, meskipun awalnya diindikasikan sebagai tekanan bagi menengah bawah.
  • Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025 menunjukkan kecenderungan masyarakat menahan konsumsi, meskipun belum dapat disimpulkan berpengaruh pada kemiskinan.
  • APPBI memproyeksikan pertumbuhan omzet pusat belanja tahun ini akan positif namun di bawah 10 persen.
  • BPS belum melakukan survei khusus mengenai 'rojali', namun mengamati dampaknya melalui data konsumsi yang ada.

Apa yang dimaksud dengan fenomena 'rojali'?

keyboard_arrow_down

Fenomena 'rojali' adalah singkatan dari 'rombongan jarang beli'. Istilah ini merujuk pada kondisi di mana masyarakat cenderung menahan konsumsi atau mengurangi pengeluaran, meskipun mereka mungkin tetap mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan. Badan Pusat Statistik (BPS) menilai fenomena ini sebagai indikasi awal bahwa masyarakat sedang menahan konsumsi, yang berpotensi menjadi penanda tekanan ekonomi.

Siapa saja pihak yang mengamati fenomena 'rojali' ini?

keyboard_arrow_down

Fenomena 'rojali' ini diamati oleh beberapa pihak, di antaranya:

  • Badan Pusat Statistik (BPS): BPS menilai 'rojali' sebagai indikasi masyarakat menahan konsumsi dan potensi penanda awal tekanan ekonomi.
  • Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI): Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, juga mengamati fenomena ini, terutama terkait dengan penurunan daya beli masyarakat dan dampaknya pada pusat perbelanjaan.

Apa penyebab utama fenomena 'rojali' menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI)?

keyboard_arrow_down

Menurut Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, penyebab utama fenomena 'rojali' pada tahun ini adalah penurunan daya beli masyarakat. Penurunan ini terutama dirasakan oleh kelas menengah ke bawah. Meskipun kunjungan ke pusat perbelanjaan mungkin meningkat, peningkatan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan aktivitas belanja, menunjukkan bahwa masyarakat lebih banyak melihat-lihat daripada membeli.

Bagaimana BPS menilai dampak fenomena 'rojali' terhadap kondisi ekonomi?

keyboard_arrow_down

BPS menilai fenomena 'rojali' sebagai indikasi masyarakat menahan konsumsi. Hal ini berpotensi menjadi penanda awal tekanan ekonomi, khususnya bagi kelas menengah bawah. Meskipun demikian, BPS belum dapat menyimpulkan secara pasti bahwa fenomena ini sudah berpengaruh pada tingkat kemiskinan. BPS juga mencatat bahwa dampak 'rojali' lebih terasa pada kelompok menengah ke atas.

Apakah fenomena 'rojali' berdampak pada semua lapisan masyarakat?

keyboard_arrow_down

Berdasarkan pengamatan, dampak fenomena 'rojali' tidak merata pada semua lapisan masyarakat.

  • Menurut BPS, 'rojali' lebih berdampak pada kelompok menengah ke atas.
  • Namun, APPBI berpendapat bahwa 'rojali' tahun ini disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.

Ini menunjukkan adanya perspektif yang sedikit berbeda mengenai kelompok yang paling terpengaruh, namun intinya adalah adanya penahanan konsumsi di berbagai segmen masyarakat.

Apakah BPS sudah melakukan survei khusus untuk fenomena 'rojali'?

keyboard_arrow_down

BPS belum melakukan survei khusus tentang fenomena 'rojali' secara spesifik. Namun, data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025 menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsi. Meskipun ada indikasi ini, BPS menyatakan bahwa belum dapat disimpulkan apakah kecenderungan tersebut sudah berpengaruh pada tingkat kemiskinan.

Bagaimana tren kunjungan dan belanja di pusat perbelanjaan terkait fenomena 'rojali'?

keyboard_arrow_down

Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, mengamati bahwa ada peningkatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Namun, peningkatan kunjungan ini tidak sebanding dengan peningkatan aktivitas belanja. Ini berarti banyak pengunjung yang datang hanya untuk melihat-lihat atau menghabiskan waktu tanpa melakukan pembelian yang signifikan, yang merupakan ciri khas dari fenomena 'rojali'.

Bagaimana perkiraan pertumbuhan omzet pusat belanja akibat fenomena 'rojali' ini?

keyboard_arrow_down

Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) memperkirakan bahwa pertumbuhan omzet pusat belanja pada tahun ini akan tetap positif. Namun, pertumbuhan tersebut diperkirakan akan berada di bawah 10 persen. Angka ini menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dibandingkan potensi yang seharusnya, yang diakibatkan oleh kecenderungan masyarakat untuk menahan konsumsi atau 'rojali'.

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.

Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!

Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.

Lamar sekarang