Bank Dunia: 194,6 Juta Penduduk RI Miskin, Beda Data dengan BPS

Langsung Tanya AI Gratis

Pertanyaan

image cover
schedule

Tanggal Publikasi

26 Jul 2025
account_circle
newspaper

Artikel Terkait

1 artikel

Bank Dunia melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 194,6 juta jiwa setelah memperbarui standar PPP 2021. Angka ini berbeda signifikan dengan data BPS karena perbedaan garis kemiskinan ekstrem yang digunakan. BPS menggunakan 2,15 dollar AS per kapita per hari (PPP 2017), sementara Bank Dunia menggunakan 3 dollar AS per kapita per hari (PPP 2021). Perubahan acuan Bank Dunia ke PPP 2021 sejak Juni 2025 berdampak pada penyesuaian garis kemiskinan global.

๐Ÿ“Š Fakta Utama

  • Bank Dunia melaporkan 194,6 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori miskin setelah memperbarui garis kemiskinan global menggunakan standar Purchasing Power Parities (PPP) 2021.
  • Angka Bank Dunia ini berbeda signifikan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang masih mengacu pada PPP 2017 untuk perhitungan kemiskinan nasional.
  • Perbedaan data disebabkan oleh penggunaan garis kemiskinan ekstrem yang berbeda antara Bank Dunia dan BPS.
  • Bank Dunia telah mengubah acuannya dari PPP 2017 ke PPP 2021 sejak Juni 2025, yang berdampak pada penyesuaian tiga garis kemiskinan global.

๐Ÿ“ˆ Perbedaan Metodologi

  • BPS masih menggunakan batas 2,15 dollar AS per kapita per hari (PPP 2017) untuk perhitungan kemiskinan nasional sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025โ€“2029.
  • Bank Dunia kini menggunakan batas 3 dollar AS per kapita per hari (PPP 2021) sebagai garis kemiskinan ekstrem yang baru.
  • Perubahan acuan Bank Dunia ke PPP 2021 secara langsung memengaruhi penyesuaian standar kemiskinan global yang mereka gunakan.

Apa perbedaan utama data kemiskinan di Indonesia menurut Bank Dunia dan BPS?

keyboard_arrow_down

Perbedaan utamanya terletak pada jumlah penduduk miskin dan standar garis kemiskinan yang digunakan.

  • Menurut Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 194,6 juta jiwa setelah memperbarui garis kemiskinan global menggunakan standar Purchasing Power Parities (PPP) 2021.
  • Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki angka yang berbeda (implied lower) karena masih mengacu pada standar PPP 2017 untuk perhitungan kemiskinan nasional, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025โ€“2029.

Perbedaan ini menunjukkan adanya disparitas signifikan dalam estimasi jumlah penduduk miskin di Indonesia, tergantung pada metodologi dan acuan yang digunakan oleh masing-masing lembaga.

Apa itu Purchasing Power Parities (PPP) dalam konteks pengukuran kemiskinan?

keyboard_arrow_down

Purchasing Power Parities (PPP) adalah sebuah konsep ekonomi yang digunakan untuk membandingkan daya beli mata uang antar negara. Dalam konteks pengukuran kemiskinan, PPP membantu mengukur berapa banyak barang dan jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah uang tertentu di berbagai negara, sehingga memungkinkan perbandingan yang lebih akurat mengenai tingkat kemiskinan global.

Dengan kata lain, PPP menyesuaikan perbedaan harga antar negara untuk memastikan bahwa garis kemiskinan yang ditetapkan mencerminkan daya beli yang setara di mana pun. Misalnya, $1 di satu negara mungkin memiliki daya beli yang berbeda dengan $1 di negara lain, dan PPP mencoba menyamakan perbandingan tersebut.

Mengapa Bank Dunia memperbarui garis kemiskinan globalnya?

keyboard_arrow_down

Bank Dunia memperbarui garis kemiskinan globalnya dari acuan PPP 2017 ke PPP 2021 untuk mencerminkan perubahan kondisi ekonomi global dan inflasi yang terjadi selama periode tersebut. Pembaruan ini bertujuan untuk memastikan bahwa garis kemiskinan yang digunakan tetap relevan dan akurat dalam mengukur kemiskinan ekstrem di seluruh dunia.

Perubahan acuan PPP ini berdampak pada penyesuaian tiga garis kemiskinan global yang digunakan oleh Bank Dunia, yang secara otomatis akan mengubah estimasi jumlah penduduk miskin di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Berapa jumlah penduduk miskin di Indonesia menurut Bank Dunia setelah pembaruan?

keyboard_arrow_down

Menurut laporan Bank Dunia, setelah memperbarui garis kemiskinan global menggunakan standar Purchasing Power Parities (PPP) 2021, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 194,6 juta jiwa.

Angka ini merupakan estimasi yang signifikan dan jauh lebih tinggi dibandingkan data yang mungkin dihasilkan jika menggunakan standar PPP 2017 atau metodologi BPS, menyoroti dampak dari perubahan acuan pengukuran kemiskinan.

Berapa garis kemiskinan ekstrem yang digunakan oleh Bank Dunia dan BPS?

keyboard_arrow_down

Terdapat perbedaan garis kemiskinan ekstrem yang digunakan oleh kedua lembaga:

  • Bank Dunia menggunakan batas 3 dollar AS per kapita per hari, berdasarkan acuan Purchasing Power Parities (PPP) 2021.
  • Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) masih menggunakan batas 2,15 dollar AS per kapita per hari, yang mengacu pada standar PPP 2017.

Perbedaan nilai dan acuan PPP inilah yang menjadi penyebab utama disparitas data kemiskinan antara Bank Dunia dan BPS.

Sejak kapan Bank Dunia mengubah acuan PPP-nya?

keyboard_arrow_down

Bank Dunia telah mengubah acuannya dari Purchasing Power Parities (PPP) 2017 ke PPP 2021 sejak Juni 2025.

Perubahan ini merupakan bagian dari upaya Bank Dunia untuk terus memperbarui metodologi pengukuran kemiskinan agar lebih relevan dengan kondisi ekonomi global terkini. Meskipun tanggal yang disebutkan (Juni 2025) mungkin tampak seperti di masa depan, ini adalah informasi yang diberikan dalam teks sumber.

Mengapa data BPS masih berbeda dengan Bank Dunia?

keyboard_arrow_down

Data Badan Pusat Statistik (BPS) masih berbeda dengan Bank Dunia karena BPS masih mengacu pada standar Purchasing Power Parities (PPP) 2017 untuk perhitungan kemiskinan nasional.

Penggunaan acuan PPP 2017 oleh BPS ini sesuai dengan kerangka kerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025โ€“2029. Sementara itu, Bank Dunia telah beralih ke PPP 2021 dengan garis kemiskinan yang lebih tinggi ($3 per hari), menyebabkan perbedaan signifikan dalam estimasi jumlah penduduk miskin.

Perbedaan metodologi dan acuan ini menunjukkan tantangan dalam menyelaraskan data kemiskinan antar lembaga internasional dan nasional.

Apa dampak perbedaan data kemiskinan ini terhadap perencanaan pembangunan di Indonesia?

keyboard_arrow_down

Perbedaan data kemiskinan antara Bank Dunia dan BPS memiliki implikasi penting terhadap perencanaan pembangunan di Indonesia:

  • Persepsi Masalah: Jika pemerintah hanya mengacu pada data BPS yang mungkin lebih rendah, skala masalah kemiskinan bisa jadi diremehkan, padahal Bank Dunia menunjukkan angka yang jauh lebih besar (194,6 juta jiwa).
  • Target Kebijakan: Target pengurangan kemiskinan yang ditetapkan dalam RPJMN mungkin tidak seambisius atau sekomprehensif yang dibutuhkan jika didasarkan pada data yang kurang mencerminkan realitas terkini.
  • Alokasi Sumber Daya: Alokasi anggaran dan program pengentasan kemiskinan mungkin tidak memadai untuk menjangkau seluruh populasi yang sebenarnya berada di bawah garis kemiskinan menurut standar internasional yang lebih baru.
  • Evaluasi Keberhasilan: Keberhasilan program pengentasan kemiskinan bisa jadi dinilai berdasarkan metrik yang berbeda, yang dapat menyebabkan kesenjangan antara laporan nasional dan evaluasi internasional.

Secara keseluruhan, perbedaan ini menyoroti pentingnya harmonisasi data dan metodologi untuk memastikan bahwa kebijakan dan program pembangunan di Indonesia didasarkan pada pemahaman yang paling akurat tentang kondisi kemiskinan.

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.

Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!

Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.

Lamar sekarang