Pakar Hukum Desak Revisi UU Pemilu Tindak Lanjut Putusan MK Pemisahan Pemilu

Langsung Tanya AI Gratis

Pertanyaan

image cover
schedule

Tanggal Publikasi

27 Jul 2025
account_circle
newspaper

Artikel Terkait

1 artikel

Pakar hukum tata negara, Titi Anggraini, mendesak revisi UU Pemilu sebagai tindak lanjut Putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal. UU Nomor 7 Tahun 2017 dianggap tidak relevan dan perlu diperbarui. Putusan MK berdampak pada lima undang-undang yang memerlukan penyesuaian. Titi Anggraini juga menyoroti perlunya mekanisme pengisian jabatan DPRD dan kepala daerah selama transisi hingga pemilu daerah 2031, mengusulkan perpanjangan masa jabatan pejabat hasil pemilu 2024, pembiayaan pemilu daerah dari APBN, dan penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah.

⚖️ Fakta Utama

  • Pakar hukum tata negara, Titi Anggraini, menekankan urgensi pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
  • Revisi ini diperlukan karena Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah memisahkan pemilu nasional dan lokal.
  • UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berlaku saat ini dianggap tidak relevan dan perlu segera diperbarui sesuai putusan MK.

📜 Dampak Legislasi

  • Putusan MK ini berdampak pada lima undang-undang yang memerlukan penyesuaian dan pembaruan.
  • Undang-undang yang terdampak meliputi UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Pemerintahan Aceh.
  • Penyesuaian regulasi ini krusial untuk memastikan keselarasan hukum setelah pemisahan jadwal pemilu.

💡 Rekomendasi Kebijakan

  • Penting untuk merumuskan mekanisme pengisian jabatan DPRD dan kepala daerah selama masa transisi hingga pemilu daerah 2031.
  • Diusulkan perpanjangan masa jabatan pejabat hasil pemilu 2024 untuk mengisi kekosongan selama periode transisi.
  • Titi Anggraini mengusulkan agar pembiayaan pemilu daerah dibebankan pada APBN untuk efisiensi.
  • Disarankan penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk mendorong kaderisasi politik yang lebih luas.

Apa yang menjadi fokus utama pembahasan saat ini terkait undang-undang pemilu?

keyboard_arrow_down

Fokus utama pembahasan saat ini adalah urgensi revisi Undang-Undang Pemilu. Revisi ini dianggap sangat penting sebagai tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang telah memisahkan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal.

Siapa yang menekankan urgensi revisi Undang-Undang Pemilu?

keyboard_arrow_down

Urgensi revisi Undang-Undang Pemilu ini secara khusus ditekankan oleh Titi Anggraini, seorang pakar hukum tata negara. Beliau menyoroti bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang saat ini berlaku sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pasca-putusan MK.

Mengapa revisi Undang-Undang Pemilu dianggap mendesak?

keyboard_arrow_down

Revisi Undang-Undang Pemilu dianggap mendesak karena beberapa alasan utama:

  • Tindak Lanjut Putusan MK: Revisi ini merupakan konsekuensi langsung dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan lokal.
  • Ketidakrelevanan UU Saat Ini: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berlaku saat ini dinilai sudah tidak relevan dan tidak mengakomodasi perubahan yang diamanatkan oleh putusan MK tersebut.
  • Kebutuhan Penyesuaian Hukum: Ada kebutuhan mendesak untuk menyesuaikan kerangka hukum pemilu agar sesuai dengan putusan MK dan memastikan kelancaran serta kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.

Apa dampak utama dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024?

keyboard_arrow_down

Dampak utama dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah pemisahan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal. Sebelumnya, pemilu nasional (presiden dan legislatif) serta pemilu lokal (kepala daerah dan DPRD provinsi/kabupaten/kota) dilaksanakan secara serentak. Dengan putusan ini, jadwal kedua jenis pemilu tersebut akan berbeda, yang memerlukan penyesuaian besar dalam regulasi.

Undang-undang apa saja yang terdampak oleh Putusan MK tersebut dan memerlukan penyesuaian?

keyboard_arrow_down

Menurut Titi Anggraini, Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 berdampak pada setidaknya lima undang-undang yang memerlukan penyesuaian. Undang-undang tersebut adalah:

  • Undang-Undang Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017)
  • Undang-Undang Pilkada
  • Undang-Undang Partai Politik
  • Undang-Undang Pemerintahan Daerah
  • Undang-Undang Pemerintahan Aceh

Kelima undang-undang ini harus diselaraskan agar sesuai dengan semangat dan implikasi dari putusan MK mengenai pemisahan jadwal pemilu.

Bagaimana mekanisme pengisian jabatan DPRD dan kepala daerah diusulkan selama masa transisi hingga Pemilu Daerah 2031?

keyboard_arrow_down

Untuk mengisi jabatan DPRD dan kepala daerah selama masa transisi hingga Pemilu Daerah 2031, Titi Anggraini mengusulkan agar masa jabatan pejabat hasil Pemilu 2024 diperpanjang. Usulan ini bertujuan untuk memastikan tidak adanya kekosongan jabatan dan menjaga stabilitas pemerintahan daerah selama periode penyesuaian jadwal pemilu.

Bagaimana usulan terkait pembiayaan pemilu daerah di masa mendatang?

keyboard_arrow_down

Titi Anggraini mengusulkan agar pembiayaan pemilu daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Usulan ini bertujuan untuk mengurangi beban anggaran daerah dan memastikan ketersediaan dana yang memadai untuk penyelenggaraan pemilu lokal yang terpisah dari pemilu nasional.

Apa usulan lain yang disampaikan untuk mendorong kaderisasi politik dalam pencalonan kepala daerah?

keyboard_arrow_down

Selain usulan pembiayaan, Titi Anggraini juga mengusulkan penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah. Tujuan dari usulan ini adalah untuk mendorong kaderisasi politik, memberikan kesempatan lebih luas bagi partai politik untuk mengajukan calon, dan meningkatkan partisipasi serta kompetisi dalam pemilihan kepala daerah.

Mengapa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap sudah tidak relevan?

keyboard_arrow_down

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dianggap sudah tidak relevan karena tidak lagi sesuai dengan kerangka hukum pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024. Putusan MK tersebut secara fundamental mengubah sistem pemilu dengan memisahkan jadwal pemilu nasional dan lokal, sementara UU Nomor 7 Tahun 2017 masih mengatur penyelenggaraan pemilu secara serentak. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan agar regulasi pemilu sejalan dengan amanat konstitusi dan putusan MK.

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.

Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!

Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.

Lamar sekarang