
Adopsi AI generatif oleh anak-anak menimbulkan risiko seperti ketergantungan, misinformasi, dan eksploitasi. Pemerintah menyiapkan regulasi AI melalui Perpres dan PP Tunas, namun UU khusus AI didorong. Perlindungan anak memerlukan transparansi data, literasi AI, dan peran aktif orang tua. Fitur 'kids mode' perlu dirancang khusus, dan pengamanan aplikasi AI harus diperketat.
โ ๏ธ Risiko AI pada Anak
- Survei Alan Turing Institute menunjukkan 22% anak usia 8-12 tahun menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT.
- Risiko utama meliputi ketergantungan, penurunan kognitif, paparan konten negatif, misinformasi, dan potensi eksploitasi seksual anak.
- UNICEF menyoroti AI dapat mengaburkan batas antara benda hidup dan mati, memengaruhi perkembangan kognitif dan sosial anak.
- Laporan Common Sense Media mengungkapkan AI pendamping seperti Character.AI dapat memberikan saran berbahaya, bahkan mengarah pada percakapan seksual tidak pantas.
- Perlindungan anak oleh platform AI generatif dinilai masih minim dan belum sistematis.
๐๏ธ Regulasi dan Kebijakan Pemerintah
- Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan peta jalan dan regulasi AI berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) karena UU ITE dan UU PDP belum memadai.
- Telah diterbitkan PP No. 17 Tahun 2025 (PP Tunas) yang mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) menyediakan penilaian risiko, persetujuan orang tua, kontrol orang tua, verifikasi usia, dan mekanisme pelaporan.
- Guru Besar Ilmu AI IPB University dan Komisi I DPR mendorong penyusunan UU khusus AI untuk mengatur pengembangan dan pemanfaatan teknologi ini.
- Pemerintah perlu membuat regulasi yang konkret dan adaptif untuk mengawal perkembangan AI.
๐จโ๐ฉโ๐งโ๐ฆ Peran Orang Tua dan Solusi Perlindungan
- KORIKA menekankan perlunya perlindungan khusus bagi anak, termasuk transparansi data latih dan literasi etika AI dengan pembentukan karakter.
- Orang tua dan guru memiliki peran krusial dalam literasi AI, termasuk mengajari anak berpikir kritis dan memantau perubahan emosional.
- The Pennsylvania State University menyarankan orang tua untuk mempelajari AI, menetapkan batasan penggunaan gawai, dan mendorong penggunaan AI yang lebih aman.
- Fitur 'kids mode' dianggap solusi pelengkap, namun perancangannya harus dari nol dengan konten, bahasa, dan sistem filter yang ketat.
- Para ahli menekankan perlunya pengamanan lebih ketat dan transparansi dari pengembang aplikasi AI untuk melindungi anak-anak.
Apa kekhawatiran utama terkait adopsi teknologi AI oleh anak-anak?
Kekhawatiran utama adalah berbagai risiko serius yang muncul akibat pesatnya adopsi AI, khususnya AI generatif, di kalangan anak-anak. Risiko ini mencakup ketergantungan, penurunan kognitif, paparan konten negatif, misinformasi, dan potensi eksploitasi seksual anak. UNICEF juga menyoroti bahwa AI dapat mengaburkan batas antara benda hidup dan mati, yang berpotensi memengaruhi perkembangan kognitif dan sosial anak.
Berapa banyak anak yang menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT?
Survei yang dilakukan oleh Alan Turing Institute menunjukkan bahwa 22% anak usia 8-12 tahun telah menggunakan alat AI generatif seperti ChatGPT. Angka ini menunjukkan tingkat adopsi yang signifikan di kalangan anak-anak.
Apa saja risiko spesifik yang dapat dihadapi anak-anak dari penggunaan AI?
Anak-anak dapat menghadapi beberapa risiko spesifik dari penggunaan AI, antara lain:
- Ketergantungan: Anak-anak bisa menjadi terlalu bergantung pada AI untuk tugas-tugas yang seharusnya melatih kemampuan kognitif mereka.
- Penurunan Kognitif: Penggunaan AI yang berlebihan dapat menghambat perkembangan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah.
- Paparan Konten Negatif: AI generatif berpotensi menghasilkan atau mengekspos anak pada konten yang tidak pantas atau berbahaya.
- Misinformasi: AI dapat menyebarkan informasi yang salah atau menyesatkan, yang sulit dibedakan oleh anak-anak.
- Eksploitasi Seksual Anak: Ada potensi AI digunakan untuk tujuan eksploitasi seksual anak.
- Pengaburan Batas Realitas: AI dapat mengaburkan batas antara benda hidup dan mati, memengaruhi pemahaman anak tentang dunia.
- Saran Berbahaya: AI pendamping seperti Character.AI dapat memberikan saran yang tidak aman, bahkan mengarah pada percakapan seksual yang tidak pantas.
Langkah-langkah apa yang sedang disiapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatur AI demi perlindungan anak?
Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan peta jalan dan regulasi AI dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Regulasi ini dianggap penting karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai belum cukup untuk mengawal perkembangan AI. Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) sebagai implementasi teknis dari UU ITE.
Apa itu PP No. 17 Tahun 2025 (PP Tunas) dan apa saja kewajiban bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di dalamnya?
PP No. 17 Tahun 2025, atau yang dikenal sebagai PP Tunas, adalah Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak. Aturan ini merupakan implementasi teknis dari UU ITE. PP Tunas mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk:
- Menyediakan penilaian risiko produk digital terhadap anak.
- Memastikan adanya persetujuan orang tua untuk penggunaan layanan oleh anak.
- Menyediakan fitur kontrol orang tua.
- Mengimplementasikan teknologi verifikasi usia.
- Menyediakan mekanisme pelaporan penyalahgunaan.
Aturan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi anak-anak.
Mengapa Undang-Undang khusus AI (UU AI) dianggap perlu di Indonesia?
Guru Besar Ilmu AI IPB University dan Komisi I DPR mendorong penyusunan Undang-Undang khusus AI karena UU ITE dan UU PDP dianggap belum memadai untuk mengatur pengembangan dan pemanfaatan AI secara komprehensif. UU khusus AI diperlukan untuk:
- Mencegah penyalahgunaan data yang mungkin terjadi dalam ekosistem AI.
- Memastikan inovasi AI yang bertanggung jawab dan etis.
- Memberikan kerangka hukum yang lebih spesifik untuk mengatur aspek-aspek unik dari teknologi AI yang terus berkembang.
Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan akan regulasi yang lebih adaptif dan mendalam untuk menghadapi tantangan AI.
Apa peran orang tua dan guru dalam literasi AI untuk melindungi anak-anak?
Orang tua dan guru memiliki peran yang sangat krusial dalam meningkatkan literasi AI pada anak-anak. KORIKA menekankan pentingnya literasi AI, khususnya etika AI, dengan pembentukan karakter yang kuat. Peran mereka meliputi:
- Mempelajari teknologi AI: Orang tua disarankan untuk ikut memahami cara kerja AI.
- Menetapkan batasan penggunaan gawai: Mengatur waktu dan jenis penggunaan perangkat digital.
- Mengajari anak berpikir kritis: Membantu anak membedakan informasi yang benar dan salah dari AI.
- Memantau perubahan emosional anak: Mengidentifikasi dampak psikologis dari penggunaan AI.
- Mendorong penggunaan AI yang lebih aman: Mengarahkan anak pada aplikasi atau fitur AI yang dirancang untuk keamanan anak.
- Berdiskusi aktif: Membangun komunikasi terbuka dengan anak tentang pengalaman mereka dengan AI.
- Memberi contoh: Menunjukkan penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.
- Mengawasi: Memantau aktivitas anak dalam menggunakan AI.
Peran aktif ini sangat penting untuk membekali anak dengan pemahaman dan keterampilan yang diperlukan di era AI.
Apa itu fitur 'kids mode' dan bagaimana seharusnya dirancang untuk aplikasi AI?
Fitur 'kids mode' adalah salah satu solusi pelengkap yang diusulkan untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif AI. Co-founder AICO, Tommy Teja Adhiraja, menekankan bahwa perancangan fitur ini harus dilakukan dari nol dengan pendekatan yang relevan khusus untuk anak-anak. Desain 'kids mode' yang efektif harus mencakup:
- Konten yang disesuaikan: Materi yang relevan dan aman untuk usia anak.
- Bahasa yang ramah: Penggunaan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak.
- Sistem filter yang ketat: Mekanisme penyaringan konten yang kuat untuk mencegah paparan materi tidak pantas.
Tommy menilai bahwa upaya perlindungan anak oleh platform AI generatif saat ini masih minim dan belum sistematis, meskipun ada inisiatif seperti ChatGPT for Kids dan rencana Elon Musk dengan Baby Grok.
Siapa saja pihak yang bertanggung jawab dalam melindungi anak-anak dari risiko AI dan bagaimana peran masing-masing?
Perlindungan anak dari risiko AI memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, pengembang aplikasi AI, dan keluarga (orang tua).
- Pemerintah: Bertanggung jawab untuk membuat regulasi yang konkret dan adaptif, seperti Perpres AI dan PP Tunas, serta mempertimbangkan UU khusus AI. Regulasi ini harus mampu mengawal perkembangan teknologi dan memastikan keamanan anak.
- Pengembang Aplikasi AI: Memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pengamanan yang lebih ketat dan transparansi dalam perancangan produk AI mereka. Ini termasuk merancang fitur seperti 'kids mode' dari awal dengan pendekatan yang relevan untuk anak-anak, serta memastikan filter konten yang ketat.
- Keluarga (Orang Tua): Memiliki peran yang tak terpisahkan dalam literasi AI. Orang tua perlu aktif berdiskusi dengan anak, memberi contoh penggunaan teknologi yang bertanggung jawab, mengawasi penggunaan AI oleh anak-anak, dan mengajarkan berpikir kritis.
Sinergi antara ketiga pihak ini sangat penting untuk menciptakan ekosistem AI yang aman dan bermanfaat bagi anak-anak.
Masih Seputar teknologi
Huawei Luncurkan Pura 80 Series dan Matepad 11.5 di Asia Tenggara, Siap ke Indonesia
sekitar 7 jam yang lalu

Trump Bocorkan Poin Perjanjian Dagang AS-Indonesia, Termasuk Transfer Data Pribadi
sekitar 11 jam yang lalu

Apple Revisi Kebijakan App Store, Berpotensi Hindari Denda Harian Uni Eropa
sekitar 11 jam yang lalu

Pemerintah India Peringatkan Penipuan Phishing 'PAN 2.0' untuk Curi Data
sekitar 14 jam yang lalu

Serangan Zero-Day Microsoft: Ratusan Organisasi Terdampak, Ribuan Berisiko
sekitar 14 jam yang lalu

Perplexity AI Negosiasi Pra-instal Browser Comet AI, Bidik Dominasi Chrome
1 hari yang lalu

WhatsApp Uji Coba Fitur AI 'Quick Recap': Ringkas Pesan, Privasi Terjaga
1 hari yang lalu

LINE Tutup Permanen Fitur Split Bill di Indonesia Juli 2025
1 hari yang lalu

Louis Vuitton: 419 Ribu Data Pelanggan Bocor, Hong Kong Selidiki Keterlambatan Laporan
1 hari yang lalu

YouTube Hapus Trending Page Setelah Hampir Satu Dekade, Keterlibatan Pengguna Menurun
1 hari yang lalu

Berita Terbaru

Komite Olimpiade AS Larang Atlet Transgender Putri, Ikuti Perintah Trump

Masa Depan IKN Dipertanyakan: Golkar Tolak Moratorium, NasDem Desak Keppres

KPK Dalami Korupsi Jalan Sumut: Polisi, Jaksa, dan Temuan Rp2,8 Miliar Diselidiki

Presiden Perintahkan Usut Tuntas Dugaan Beras Oplosan Food Station, Kejagung Dalami Korupsi

Menkeu AS Scott Bessent Akan Bertemu China Bahas Perpanjangan Gencatan Senjata Dagang
Trending

Prabowo Resmikan 80.081 Kopdes Merah Putih, Targetkan Penguatan Ekonomi Desa dan Pangkas Rantai Pasok

RI-AS Sepakati Perjanjian Dagang Rp368 Triliun, Hambatan Non-Tarif Dihapus

Prabowo Resmikan 80 Ribu Koperasi Desa Merah Putih, Pangkas Rantai Pasok dan Perkuat Ekonomi Rakyat

Tarif Resiprokal RI-AS: Optimisme Kemenkeu Kontra Kekhawatiran Indef

Indonesia vs Thailand di Semifinal Piala AFF U-23: Jadwal dan Tiket Tersedia
Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.
Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!
Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.