Israel Tolak Pengakuan Palestina, Menteri Usulkan Aneksasi Gaza di Tengah Tekanan Internasional

Kanada mengajukan beberapa syarat untuk pengakuan negara Palestina, yaitu:

• Reformasi Otoritas Palestina: Otoritas Palestina harus melakukan reformasi internal.
• Pemilu 2026 tanpa Hamas: Pemilihan umum pada tahun 2026 harus diselenggarakan tanpa partisipasi Hamas.
• Demiliterisasi negara Palestina: Negara Palestina yang diakui harus didemiliterisasi, artinya tidak memiliki kekuatan militer.

Israel, melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Kementerian Luar Negeri, mengecam keras rencana pengakuan Palestina ini. Mereka menyebutnya sebagai "hadiah bagi terorisme Hamas" dan mengklaim bahwa langkah tersebut bertentangan dengan upaya negosiasi gencatan senjata. Israel menegaskan penolakannya terhadap pendirian negara Palestina, dengan alasan bahwa negara tersebut akan menjadi landasan untuk menghancurkan Israel.

Selain menolak pengakuan Palestina, Menteri Israel Zeev Elkin mengusulkan pencaplokan sebagian Gaza. Ia berpendapat bahwa kehilangan tanah akan menjadi pukulan telak bagi Hamas, sehingga dapat menjadi bentuk tekanan terhadap kelompok tersebut.

Tekanan internasional juga datang dari negara-negara Arab dan Muslim. Arab Saudi, untuk pertama kalinya, mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan menyerukan pelucutan senjata serta pengakhiran kekuasaan Hamas di Gaza. Sikap ini didukung oleh 17 negara, Liga Arab, dan Uni Eropa. Sementara itu, Donald Trump mengancam akan mempersulit perjanjian perdagangan dengan Kanada jika negara tersebut mengakui Palestina, bahkan mengancam tarif 35 persen pada barang-barang Kanada yang tidak termasuk dalam perjanjian perdagangan AS-Kanada-Meksiko.

Hingga Juli 2025, sebanyak 143 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui atau menyatakan akan mengakui negara Palestina. Ini menunjukkan dukungan internasional yang signifikan terhadap status kenegaraan Palestina.

Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Dalam 24 jam terakhir, tujuh kematian baru akibat kelaparan dilaporkan, sehingga total korban jiwa mencapai 154 orang, termasuk 89 anak-anak. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza dan Direktur Rumah Sakit Al-Shifa menyatakan bahwa krisis ini disebabkan oleh kebijakan kelaparan Israel, dengan 20.000 anak berisiko malnutrisi lanjut.

Lembaga pemantau kelaparan global telah menyatakan bahwa kekurangan pangan di Gaza telah mencapai tingkat kelaparan. Program Pangan Dunia PBB melaporkan bahwa sepertiga warga Gaza tidak memiliki makanan sehari-hari dan 75% menghadapi tingkat kelaparan darurat. UNRWA juga menyoroti kesulitan akses air bersih dan peningkatan kematian akibat kekurangan gizi karena pembatasan bantuan oleh Israel.