
Tanggal Publikasi
3 Jul 2025
Sumber Berita
6 sumber
Total Artikel
11 artikel
Overview
MK memutuskan pemilu nasional dan daerah dipisah, dengan jeda 2-2,5 tahun. Pemilu nasional tetap 2029, daerah 2031. Putusan ini menuai kritik dari sejumlah partai politik yang menilai MK melampaui kewenangan. Pemerintah akan mengikuti putusan MK. KPU akan memberikan masukan terkait revisi UU Pemilu/Pilkada. Apkasi tampung aspirasi daerah terkait putusan ini.
⚖️ Putusan Mahkamah Konstitusi
- Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
- Pemilu nasional, termasuk pemilihan anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden, akan tetap dilaksanakan pada tahun 2029.
- Pemilu daerah, meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah, digeser ke tahun 2031.
- Jeda waktu antara pemilu nasional dan pemilu daerah adalah dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden, DPR, dan DPD.
🏛️ Reaksi Partai Politik
- Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan putusan MK berdampak pada semua partai politik dan akan disikapi bersama melalui rapat koordinasi formal dan informal.
- PDI Perjuangan sedang mengkaji apakah putusan ini melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menetapkan pemilu setiap lima tahun sekali.
- Beberapa partai seperti Golkar, PKB, NasDem, dan PAN secara terbuka mengkritik putusan MK, menilai MK melampaui batas konstitusional atau kewenangannya.
- Partai Gerindra menyoroti sisi positif seperti penguatan isu lokal dan potensi peningkatan partisipasi pemilih, namun juga mengakui sisi kontroversial putusan tersebut.
- Partai Demokrat menyatakan sedang menyiapkan sejumlah opsi dan menunggu pertemuan antar partai politik untuk membahas putusan ini.
🧑⚖️ Tanggapan Pemerintah dan Pakar
- Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah akan mengikuti putusan MK karena bersifat mengikat dan final, meskipun menyadari adanya masalah baru.
- Yusril menegaskan bahwa masa jabatan presiden-wakil presiden tidak bisa diperpanjang dan pemilihan presiden harus dilakukan setiap lima tahun sekali.
- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memberikan masukan terkait putusan MK dalam revisi Undang-Undang Pemilu/Pilkada, namun tidak memiliki wewenang mengevaluasi putusan.
- Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai reaksi keras partai politik terhadap putusan MK sebagai sikap aneh dan tidak paham hukum.
- Guru Besar Hukum Tata Negara Umbu Rauta menekankan pentingnya menghargai putusan MK yang bersifat final dan mengikat untuk menghindari implikasi hukum lebih lanjut.
- Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengadakan diskusi untuk menyerap aspirasi daerah sebelum menentukan sikap resmi terkait putusan ini.
Apa inti dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024?
Inti dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden, sementara pemilu daerah meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah. Putusan ini menetapkan adanya jeda waktu antara dua hingga dua setengah tahun antara kedua jenis pemilu tersebut.
Bagaimana jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah diatur setelah putusan MK ini?
Menurut putusan MK ini, jadwal pelaksanaan pemilu diatur sebagai berikut:
- Pemilu nasional (pemilihan anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden) akan tetap dilaksanakan pada tahun 2029.
- Pemilu daerah (pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah) akan digeser ke tahun 2031. Penyelenggaraan pemilu daerah ini akan dilakukan dua hingga dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden, DPR, dan DPD.
Bagaimana reaksi umum partai politik terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024?
Reaksi partai politik terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 cukup beragam, namun cenderung kritis. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa putusan ini berdampak pada semua partai politik dan akan disikapi bersama melalui rapat koordinasi formal dan informal di DPR RI. Beberapa partai seperti Golkar, PKB, NasDem, dan PAN secara terbuka mengkritik putusan tersebut. Sementara itu, Partai Gerindra menyoroti sisi positif dan kontroversialnya, dan Partai Demokrat menyatakan sedang menyiapkan sejumlah opsi serta menunggu pertemuan antar partai politik untuk membahas putusan ini.
Apa saja kritik utama yang disampaikan oleh beberapa partai politik terkait putusan MK ini?
Beberapa partai politik menyampaikan kritik utama terhadap putusan MK ini, antara lain:
- Melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945: PDI Perjuangan sedang mengkaji apakah putusan ini melanggar UUD 1945 yang menetapkan pemilu setiap lima tahun sekali. NasDem juga menyatakan putusan MK melanggar UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat.
- Melampaui batas konstitusional/kewenangan: PKB menilai MK melampaui batas konstitusional. PAN berpendapat MK bertindak di luar tugasnya dengan membuat ketentuan baru. Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menilai MK melampaui kewenangan DPR sebagai pembuat undang-undang.
- Dampak masa transisi panjang: PKB memperingatkan dampak masa transisi yang panjang terhadap pemerintahan.
- Membatasi kreativitas DPR: Golkar khawatir putusan ini membatasi kreativitas DPR dalam membuat undang-undang.
Bagaimana sikap pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi putusan MK?
Sikap pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap putusan MK adalah sebagai berikut:
- Pemerintah: Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pemerintah akan mengikuti putusan MK karena bersifat mengikat dan final. Meskipun demikian, pemerintah menyadari adanya masalah baru yang muncul, seperti masa jabatan anggota legislatif yang tidak bisa diperpanjang. Yusril juga menegaskan bahwa masa jabatan presiden-wakil presiden tidak bisa diperpanjang dan pemilihan presiden harus dilakukan setiap lima tahun sekali.
- Komisi Pemilihan Umum (KPU): KPU akan memberikan masukan terkait putusan MK ini dalam revisi Undang-Undang Pemilu/Pilkada kepada presiden dan DPR. Namun, KPU menegaskan bahwa mereka tidak memiliki wewenang untuk mengevaluasi putusan MK karena KPU hanya bertindak sebagai pelaksana undang-undang.
Apa saja potensi dampak atau implikasi dari pemisahan jadwal pemilu ini?
Pemisahan jadwal pemilu ini berpotensi menimbulkan beberapa dampak atau implikasi, di antaranya:
- Potensi Pelanggaran UUD 1945: Adanya kekhawatiran bahwa putusan ini dapat melanggar ketentuan UUD 1945 yang mengatur pemilu setiap lima tahun sekali.
- Masa Transisi Pemerintahan yang Panjang: PKB memperingatkan dampak masa transisi yang panjang terhadap keberlanjutan pemerintahan.
- Ketidakpastian Hukum: Terutama terkait status dan masa jabatan anggota legislatif yang tidak bisa diperpanjang, serta perlunya penyesuaian regulasi.
- Perlunya Revisi Undang-Undang: Putusan ini akan memerlukan revisi Undang-Undang Pemilu/Pilkada untuk mengakomodasi perubahan jadwal dan implikasinya.
- Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Daerah/DPRD: Beberapa pakar dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) berpendapat bahwa perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan DPRD adalah pilihan logis dan realistis untuk keberlanjutan pembangunan daerah dan menghindari kekosongan pemerintahan.
Apakah ada pandangan positif atau keuntungan yang diidentifikasi dari putusan MK ini?
Meskipun banyak kritik, Partai Gerindra menyoroti beberapa sisi positif atau keuntungan yang mungkin timbul dari putusan MK ini, yaitu:
- Penguatan Isu Lokal: Pemisahan pemilu dapat membuat isu-isu lokal lebih menguat dan menjadi fokus utama dalam pemilu daerah, tanpa terdistraksi oleh isu nasional.
- Peningkatan Partisipasi Pemilih: Dengan fokus yang lebih terpisah, ada potensi peningkatan partisipasi pemilih karena masyarakat dapat lebih fokus pada isu dan kandidat di tingkat daerah.
Namun, Gerindra juga mengakui bahwa putusan ini memiliki sisi kontroversial seperti potensi pelanggaran UUD 1945 dan ketidakpastian hukum.
Bagaimana pandangan para pakar hukum tata negara dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengenai putusan MK?
Pandangan para pakar hukum tata negara dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengenai putusan MK ini bervariasi:
- Feri Amsari (Pakar Hukum Tata Negara): Menilai reaksi keras partai politik terhadap putusan MK sebagai sikap yang aneh dan menunjukkan ketidakpahaman hukum, berbeda dengan pandangan masyarakat sipil.
- Umbu Rauta (Guru Besar Hukum Tata Negara): Menekankan pentingnya menghargai putusan MK yang bersifat final dan mengikat untuk menghindari implikasi hukum lebih lanjut.
- Prof Ramlan Surbakti (Pakar Ilmu Pemerintahan), Titi Angraini (Pemerhati Pemilu), dan Joune Ganda (Sekjen Apkasi): Berpendapat bahwa perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan DPRD adalah pilihan yang logis dan realistis. Hal ini dianggap penting untuk keberlanjutan pembangunan daerah dan menghindari kekosongan pemerintahan.
- Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi): Mengadakan diskusi untuk menyerap aspirasi dari daerah, khususnya dari para bupati, sebelum menentukan sikap resmi terkait putusan ini.
Masih Seputar politik
DPR Terima Surpres 24 Calon Dubes RI, Uji Kelayakan Dilakukan Rahasia
sekitar 8 jam yang lalu

Surat Pemakzulan Gibran Belum Sampai DPR, Puan Maharani Janji Segera Tindak Lanjuti
sekitar 11 jam yang lalu

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Dituntut 7 Tahun Penjara oleh Jaksa KPK
sekitar 11 jam yang lalu

Menteri Kebudayaan Fadli Zon Minta Maaf Atas Pernyataan Kekerasan Seksual 1998
sekitar 14 jam yang lalu

Pemerintah Selidiki Dugaan Pulau Dikuasai WNA, Bali dan NTB Beri Klarifikasi
sekitar 14 jam yang lalu

KPK Sita Rp2,8 Miliar dan Senjata Api di Rumah Kadis PUPR Sumut
sekitar 17 jam yang lalu

Prabowo dan Pangeran MBS Sepakati Investasi Rp 436 Triliun, Perkuat Kemitraan Strategis
sekitar 17 jam yang lalu

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah, Pemerintah Kaji Dampak Besar Kebijakan
1 hari yang lalu

Prabowo Kunjungi Arab Saudi, Prioritaskan Pembahasan Kuota Haji dan Kampung Jemaah
1 hari yang lalu

KPK Kembali Tangkap Nurhadi Eks Sekretaris MA, Kasus Pencucian Uang Terus Diusut
1 hari yang lalu

Sumber Artikel
Berita Terbaru

Konten Serang Maia Estianty Hilang, Ahmad Dhani Diduga Ditegur Partai Gerindra

Artis Sinetron MR Ditangkap Polisi, Peras Pacar Sesama Jenis Pakai Video Syur

DPR Resmi Setujui Penggunaan SAL Rp85,6 Triliun untuk Tutupi Defisit APBN 2025

Jelang Tenggat, Indonesia Siapkan Rp551 Triliun Lobi Tarif Dagang AS

Pemerintah AS Akhiri Pembatasan Ekspor Perangkat Lunak Desain Chip ke China
Trending

Rekomendasi Laptop dan Tablet Terbaik 2025: Pilihan Lengkap untuk Segala Kebutuhan

Jelang Tenggat, Indonesia Siapkan Rp551 Triliun Lobi Tarif Dagang AS

Legenda Dangdut Hamdan ATT Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun Akibat Komplikasi Stroke

Diogo Jota Bintang Liverpool Meninggal Tragis Kecelakaan Mobil Bersama Adik di Spanyol

Rupiah Menguat Drastis ke Rp16.180 per Dolar AS, Pemerintah Antisipasi Gejolak Global
Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.
Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!
Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.