Putusan MK Pisahkan Pemilu 2029, DPR dan Pemerintah Kaji Dampak Konstitusional

Mahkamah Konstitusi (MK) memisahkan pemilu 2029, memunculkan dampak konstitusional. Pemerintah dan DPR kaji putusan ini terkait legislatif, otonomi daerah, dan sistem kepemiluan.

image cover
leaderboard

Tanggal Publikasi

2 Jul 2025

update

Sumber Berita

6 sumber

newspaper

Total Artikel

15 artikel

article

Overview

```html

MK memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah mulai 2029, dengan jeda 2-2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi pemilihan DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, sementara pemilu daerah mencakup DPRD dan kepala daerah. Putusan ini menuai reaksi beragam dari DPR, pemerintah, dan partai politik, yang kini tengah mengkaji implikasi dan langkah selanjutnya.

```

⚖️ Putusan Mahkamah Konstitusi

  • MK memutuskan pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah mulai tahun 2029.
  • Pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden) akan dipisahkan dari pemilu daerah (DPRD provinsi/kabupaten/kota, kepala/wakil kepala daerah).
  • Jeda waktu antara kedua jenis pemilu ini ditetapkan antara dua hingga dua setengah tahun.
  • Tujuan putusan adalah menghindari pragmatisme partai politik karena kurangnya waktu persiapan kader.

🏛️ Reaksi Lembaga Negara

  • Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan perlunya semua partai politik mencermati putusan MK karena UUD mengatur pemilu setiap lima tahun.
  • Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad, berpendapat MK melanggar konstitusi karena putusannya dianggap melampaui undang-undang.
  • DPR sedang mengkaji keputusan MK bersama pemerintah dan organisasi masyarakat sipil seperti Perludem.
  • Mensesneg Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah telah membentuk tim lintas kementerian untuk mengkaji implikasi besar putusan ini.

⚡ Tanggapan Partai Politik

  • DPP PDI Perjuangan akan menggelar rapat untuk membahas dan menentukan sikap partai terkait putusan MK.
  • Wakil Ketua Umum Golkar, Adies Kadir, mengungkapkan partainya masih mengkaji putusan karena menimbulkan perdebatan mengenai potensi pelanggaran UUD.
  • Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa, menilai putusan MK berpotensi merusak sistem ketatanegaraan dan bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945.
  • Partai Demokrat sedang menyiapkan beberapa opsi dan strategi, fokus pada penentuan langkah-langkah tindak lanjut tanpa menolak putusan.
  • Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, mengkritik putusan MK karena dianggap melampaui tugasnya sebagai penjaga konstitusi dengan membuat ketentuan baru.

📝 Implikasi dan Kritik

  • Putusan MK dinilai kontradiktif dengan putusan sebelumnya yang memberikan opsi model keserentakan pemilu kepada pembentuk undang-undang.
  • Putusan ini akan memaksa perubahan pada sejumlah undang-undang, termasuk UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Otsus Papua.
  • Kritik muncul bahwa MK telah memasuki kewenangan legislatif dan menjadi "negative legislator".
  • Putusan ini menimbulkan konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD, serta memerlukan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.

Apa putusan utama Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyelenggaraan pemilu?

keyboard_arrow_down

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu nasional akan mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilu daerah akan meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil kepala daerah.

Kapan pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah ini akan mulai berlaku?

keyboard_arrow_down

Pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah ini akan mulai berlaku pada tahun 2029.

Berapa jeda waktu antara pemilu nasional dan pemilu daerah berdasarkan putusan MK?

keyboard_arrow_down

Jeda waktu antara pemungutan suara pemilu nasional (untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden) dan pemilu daerah (untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah) ditetapkan antara dua hingga dua setengah tahun.

Apa alasan di balik putusan MK untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu?

keyboard_arrow_down

Putusan ini bertujuan untuk menghindari pragmatisme partai politik yang disebabkan oleh kurangnya waktu untuk mempersiapkan kader-kader mereka jika pemilu dilaksanakan secara serentak dalam satu waktu.

Bagaimana reaksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap putusan MK ini?

keyboard_arrow_down

Reaksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap putusan MK ini beragam:

  • Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa UUD mengatur pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan menekankan perlunya semua partai politik mencermati putusan MK. DPR akan mengkaji putusan ini untuk mengambil langkah terbaik dan akan mewakili partai politik melalui fraksi-fraksi.
  • Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad, berpendapat bahwa MK telah melanggar konstitusi karena putusannya dianggap melampaui undang-undang dan menyoroti potensi gangguan pada sistem pemerintahan akibat penunjukan Penjabat kepala daerah selama masa transisi.
  • Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menambahkan bahwa DPR sedang mengkaji keputusan MK bersama pemerintah (Menteri Hukum, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretariat Negara, KPU) dan organisasi masyarakat sipil seperti Perludem.
  • Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menilai putusan MK kontradiktif dengan putusan sebelumnya yang memberikan opsi model keserentakan pemilu kepada pembentuk undang-undang, karena MK tiba-tiba menetapkan salah satu model pemilu.
  • Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, menyatakan bahwa putusan MK akan memaksa perubahan pada sejumlah undang-undang (UU), termasuk UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Apa tanggapan dan langkah yang diambil pemerintah terkait putusan MK ini?

keyboard_arrow_down

Pemerintah, melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa pemerintah telah membentuk tim lintas kementerian yang terdiri dari Kemensesneg, Kemendagri, dan Kemenkumham untuk mengkaji putusan MK ini. Prasetyo Hadi menekankan bahwa putusan ini memiliki implikasi besar terhadap sistem kepemiluan di Indonesia, baik secara formal maupun teknis. Hasil kajian akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan arahan lebih lanjut. Pemerintah menghormati putusan MK dan akan menganalisis implikasinya secara seksama sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.

Bagaimana respons partai politik terhadap putusan MK mengenai pemisahan pemilu?

keyboard_arrow_down

Partai politik menunjukkan beragam respons:

  • DPP PDI Perjuangan akan menggelar rapat untuk membahas putusan MK dan menentukan sikap partai.
  • Wakil Ketua Umum Golkar, Adies Kadir, mengungkapkan bahwa partainya masih mengkaji putusan tersebut karena menimbulkan perdebatan mengenai potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar.
  • Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Saan Mustopa, menyatakan bahwa putusan MK berpotensi merusak sistem ketatanegaraan karena bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 22E UUD 1945 yang menyatakan Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. NasDem juga menilai MK telah memasuki kewenangan legislatif dan menjadi negative legislator, serta mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK.
  • Partai Demokrat tengah menyiapkan beberapa opsi dan strategi untuk menanggapi putusan MK, menunggu pertemuan antarpartai, dan menyatakan tidak menolak putusan MK tetapi fokus pada penentuan langkah-langkah tindak lanjut.
  • Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, mengkritik putusan MK karena dianggap melampaui tugasnya sebagai penjaga konstitusi dengan membuat ketentuan atau legislasi baru, yang menimbulkan konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD serta memerlukan revisi UU Pemilu maupun UU Pilkada.

Apa saja implikasi atau tantangan yang mungkin timbul dari putusan MK ini?

keyboard_arrow_down

Putusan MK ini menimbulkan beberapa implikasi dan tantangan:

  • Perubahan Undang-Undang: Putusan ini akan memaksa perubahan pada sejumlah undang-undang, termasuk UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, serta memerlukan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
  • Potensi Gangguan Sistem Pemerintahan: Adanya jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah dapat menimbulkan masa transisi yang panjang, yang berpotensi mengganggu sistem pemerintahan, terutama terkait penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah.
  • Perdebatan Konstitusional: Beberapa pihak, termasuk partai politik dan anggota DPR, menilai putusan ini berpotensi melanggar konstitusi, khususnya Pasal 22E UUD 1945 yang menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, dan menganggap MK telah melampaui kewenangannya sebagai penjaga konstitusi dengan membuat ketentuan baru.
  • Konsekuensi Masa Jabatan: Putusan ini juga menimbulkan konsekuensi terhadap masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD.
  • Kajian Mendalam: Pemerintah dan DPR perlu melakukan kajian mendalam terhadap implikasi formal maupun teknis dari putusan ini sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.

Sumber Artikel

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.

Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!

Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.

Lamar sekarang