
Tanggal Publikasi
1 Jul 2025
Sumber Berita
3 sumber
Total Artikel
6 artikel
Overview
MK memutuskan pemisahan Pemilu nasional dan daerah mulai 2029. Pemilu DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden akan dipisah dari pemilihan DPRD dan kepala daerah. NasDem menilai putusan ini "pencurian kedaulatan rakyat" dan melanggar konstitusi, berpotensi mengundur Pemilu 2029. DPR dan pemerintah telah rapat konsultasi membahas implikasi putusan MK, mempertimbangkan model Pemilu Serentak Nasional 2029 dan Pemilu Daerah 2031.
⚖️ Putusan Mahkamah Konstitusi
- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah melalui putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
- Mulai tahun 2029, pemilihan anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden akan dipisahkan dari pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah.
- MK memerintahkan pemungutan suara serentak untuk pemilu nasional, kemudian dalam waktu 2 hingga 2,5 tahun berikutnya untuk pemilu daerah.
- Akibat putusan ini, sistem pemilu serentak 'lima kotak' tidak lagi berlaku.
⚡ Penolakan Partai NasDem
- Partai NasDem menilai putusan MK sebagai bentuk "pencurian kedaulatan rakyat" dan inkonstitusional.
- Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, menyatakan putusan tersebut melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dan berpotensi menimbulkan krisis konstitusional.
- NasDem berpendapat MK telah melampaui kewenangannya dengan membuat norma baru yang seharusnya menjadi ranah DPR dan presiden.
- Keputusan ini dikhawatirkan dapat mengundur Pemilu 2029 hingga 2031, menimbulkan tafsir baru yang melanggar konstitusi.
- NasDem mendesak MK untuk tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan meminta DPR menertibkan cara MK memahami norma konstitusi.
🏛️ Respons DPR dan Pemerintah
- DPR dan pemerintah telah mengadakan rapat konsultasi tertutup untuk membahas implikasi putusan MK.
- Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan rapat tersebut masih dalam tahap brainstorming dan menerima masukan dari berbagai pihak.
- Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mempertanyakan putusan MK yang dinilai melampaui norma, seharusnya berperan sebagai negative legislature.
- Rifqi khawatir jika MK terus membuat norma sendiri, demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik akan sulit terwujud.
- Dua model Pemilu yang dibahas adalah Pemilu Serentak Nasional 2029 dan Pemilu Daerah digeser ke 2031, namun DPR belum mengambil sikap resmi.
Apa putusan utama Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilu?
Putusan utama Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 adalah memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah. Ini berarti pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden (pemilu nasional) akan dipisahkan dari pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (pemilu daerah atau lokal).
Kapan putusan MK mengenai pemisahan pemilu ini akan mulai berlaku?
Putusan MK ini akan mulai berlaku pada Pemilu 2029. Artinya, skema pemisahan pemilu nasional dan daerah akan diterapkan pertama kali pada tahun tersebut.
Bagaimana skema pemungutan suara pemilu akan berubah setelah putusan MK ini?
Setelah putusan MK, skema pemungutan suara akan berubah menjadi dua tahap:
- Tahap pertama: Pemungutan suara serentak akan dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden (pemilu nasional).
- Tahap kedua: Dalam waktu 2 hingga 2,5 tahun setelah pemilu nasional, akan diselenggarakan pemungutan suara untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah (pemilu daerah).
Perubahan ini secara efektif mengakhiri model pemilu serentak 'lima kotak' yang sebelumnya berlaku.
Apa yang dimaksud dengan pemilu serentak 'lima kotak' dan apakah masih akan berlaku?
Pemilu serentak 'lima kotak' merujuk pada sistem pemilu di mana pemilih mencoblos lima jenis surat suara sekaligus dalam satu hari pemungutan suara untuk memilih:
- Presiden dan Wakil Presiden
- Anggota DPR RI
- Anggota DPD RI
- Anggota DPRD Provinsi
- Anggota DPRD Kabupaten/Kota
Dengan adanya putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, sistem pemilu serentak 'lima kotak' tidak akan lagi berlaku mulai Pemilu 2029, karena pemilu nasional dan daerah akan dipisahkan.
Bagaimana tanggapan Partai NasDem terhadap putusan MK ini?
Partai NasDem menanggapi putusan MK ini dengan sangat kritis. Mereka menilai putusan tersebut sebagai bentuk "pencurian kedaulatan rakyat" dan menganggapnya inkonstitusional. Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat, secara tegas menyatakan bahwa putusan ini melanggar konstitusi dan berpotensi menimbulkan krisis konstitusional.
Mengapa Partai NasDem menilai putusan MK tersebut inkonstitusional?
Partai NasDem menilai putusan MK inkonstitusional karena beberapa alasan:
- Melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD 1945: Pasal ini menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. NasDem khawatir pemisahan pemilu ini dapat menggeser jadwal Pemilu 2029 untuk daerah hingga 2031, yang dianggap melanggar ketentuan lima tahunan.
- Melampaui Kewenangan MK: NasDem berpendapat bahwa MK telah melampaui kewenangannya dengan membuat norma baru. Menurut mereka, MK seharusnya berperan sebagai "negative legislature" yang hanya menguji konstitusionalitas suatu undang-undang, bukan menciptakan norma baru yang seharusnya menjadi ranah DPR dan Presiden.
- Potensi Krisis Konstitusional: Adanya tafsir baru yang dibuat MK dikhawatirkan dapat menimbulkan krisis konstitusional dan mengganggu stabilitas hukum pemilu.
NasDem mendesak MK untuk tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mengubah norma dalam UUD.
Bagaimana respons Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah terhadap putusan MK?
DPR dan pemerintah telah mengadakan rapat konsultasi tertutup untuk membahas implikasi putusan MK ini. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa rapat tersebut masih dalam tahap "brainstorming" dan menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil seperti Perludem. Meskipun telah membahas dua model pemilu (nasional 2029 dan daerah 2031), DPR belum mengambil sikap resmi dan masih akan melakukan penelaahan lebih lanjut terhadap putusan MK.
Apa kekhawatiran DPR terkait kewenangan MK dalam putusan ini?
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan kekhawatiran DPR bahwa putusan MK ini dinilai melampaui norma. Rifqi menjelaskan bahwa MK seharusnya berperan sebagai "negative legislature", yang berarti hanya memberikan pandangan mengenai konstitusionalitas suatu Undang-Undang, bukan membuat norma baru. Kekhawatiran utamanya adalah jika MK terus membuat norma sendiri, maka demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik akan sulit terwujud di Indonesia.
Apa saja potensi implikasi jangka panjang dari putusan MK ini terhadap sistem pemilu di Indonesia?
Potensi implikasi jangka panjang dari putusan MK ini terhadap sistem pemilu di Indonesia meliputi:
- Perubahan Jadwal Pemilu Permanen: Mulai 2029, Indonesia akan memiliki dua siklus pemilu yang terpisah, yaitu pemilu nasional dan pemilu daerah, dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun.
- Implikasi Anggaran dan Logistik: Penyelenggaraan dua pemilu terpisah dalam rentang waktu yang relatif dekat berpotensi memiliki implikasi signifikan terhadap anggaran negara dan kebutuhan logistik penyelenggaraan pemilu.
- Perdebatan Konstitusional Berkelanjutan: Putusan ini telah memicu perdebatan mengenai batas kewenangan MK dalam menafsirkan dan membuat norma hukum, yang mungkin akan terus berlanjut di masa depan.
- Dampak pada Partisipasi Pemilih: Pemisahan pemilu bisa berdampak pada tingkat partisipasi pemilih, baik positif maupun negatif, tergantung pada sosialisasi dan pemahaman masyarakat.
- Perubahan Dinamika Politik: Pemisahan pemilu dapat mengubah strategi kampanye partai politik dan calon, serta dinamika koalisi di tingkat nasional dan daerah.
Meskipun demikian, DPR dan pemerintah masih dalam tahap penelaahan, sehingga implikasi penuhnya masih akan terus dievaluasi.
Masih Seputar politik
Dampak Perang Israel-Iran: Ekonomi Indonesia Aman, Hukum Internasional Terancam
sekitar 2 jam yang lalu

Presiden Prabowo dan DPR Ingatkan Polri Jaga Kepercayaan Rakyat di Hari Bhayangkara
sekitar 2 jam yang lalu

Hari Bhayangkara ke-79: Prabowo Apresiasi Polri Jaga Kepercayaan Rakyat dan Ketahanan Pangan
sekitar 5 jam yang lalu

212 Produsen Beras Curang Terungkap, Mentan Ancam Sanksi Hukum Berat
sekitar 20 jam yang lalu

Nadiem Makarim Dicegah ke Luar Negeri, Kejagung Dalami Korupsi Laptop Rp 9,9 T
sekitar 20 jam yang lalu

KPK Tetapkan Lima Tersangka Korupsi Proyek Jalan Sumut, Gubernur Bobby Nasution Berpotensi Diperiksa
sekitar 23 jam yang lalu

Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, DPR-Pemerintah Bahas Dampak Lanjut
sekitar 23 jam yang lalu

Autopsi Ungkap Penyebab Kematian WNA Brasil di Rinjani, Soroti Keamanan Pendakian
1 hari yang lalu

Polri Gelar Puncak HUT Bhayangkara ke-79 di Monas: Konser, Layanan Gratis, WFH
1 hari yang lalu

Ajudan dan Relawan Bantah Hoaks Jokowi Kritis Dirawat di Rumah Sakit
1 hari yang lalu

Sumber Artikel
Berita Terbaru

PBSI Tarik Tiga Ganda dari Japan dan China Open, Fokus Tingkatkan Performa

Konflik Kontrak Aprilia Ancam Jorge Martin Dilarang Membalap di MotoGP 2026

Serangan Israel Tewaskan Ratusan Warga Sipil di Gaza, Krisis Kemanusiaan Memburuk

Donald Trump Resmi Cabut Sanksi AS Terhadap Suriah, Tinjau Status Teroris Kunci

Chikita Meidy Dilaporkan Suami Indra Adhitya atas Dugaan KDRT, Ini Responsnya
Trending

Pemerintah Resmi Cabut Permendag 8/2024, Aturan Impor 10 Komoditas Dilonggarkan

Daftar HP Terbaru 2025 Resmi Rilis di Indonesia: Ada Baterai Jumbo dan AI

Marc Marquez Juara Sprint Race MotoGP Belanda 2025, Perlebar Keunggulan Klasemen

Marc Marquez Kembali Juara MotoGP Belanda 2025, Perkokoh Posisi Puncak Klasemen
Inflasi Indonesia Juni 2025 Resmi Naik 0,19 Persen, Ini Pemicu Utamanya
Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.
Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!
Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.