Polemik Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Polemik Penulisan Ulang Sejarah Nasional mengupas rangkuman penting, bahan referensi, video, dan gambar terkait untuk pemahaman yang lebih baik tentang isu ini.

article

Berita

bento_section
leaderboard

Trending

2 Juni

update

Terakhir diperbarui

1 hari yang lalu

newspaper

Jumlah artikel

10 artikel

Berita

Polemik mengenai rencana penulisan ulang sejarah nasional Indonesia telah mengemuka, memicu berbagai tanggapan dari berbagai pihak, terutama terkait akurasi, keterbukaan, dan objektivitas. PDI Perjuangan menjadi salah satu suara kritis yang menyoroti pentingnya penulisan sejarah yang berdasarkan fakta dan tidak dipengaruhi kepentingan sesaat.

Sikap dan Tuntutan PDI Perjuangan

PDI Perjuangan, melalui berbagai tokohnya, menyampaikan beberapa poin penting terkait rencana pemerintah untuk menulis ulang sejarah nasional:

  • Penulisan Berdasarkan Fakta Sejarah yang Akurat
    • Menuntut agar penulisan ulang sejarah Indonesia dilakukan berdasarkan fakta sejarah yang komprehensif dan akurat, bukan hanya dari satu sudut pandang atau narasi pihak pemenang (story of the winner).
  • Keterbukaan dan Menghindari Manipulasi
    • Menekankan krusialnya keterbukaan dalam proses penulisan sejarah, serta menghindari adanya upaya penutupan, penyimpangan, atau manipulasi fakta sejarah.
    • Mengingatkan pengalaman di era Orde Baru di mana fakta politik seringkali ditutupi, termasuk mengenai peringatan Hari Lahir Pancasila (Djarot Saiful Hidayat).
  • Tidak Memihak Kepentingan Tertentu
    • Mengingatkan agar penulisan sejarah tidak berpihak pada golongan atau kepentingan tertentu, melainkan menyajikan kebenaran historis secara utuh.
    • Menegaskan agar proyek penulisan ulang sejarah RI tidak mengulangi praktik Orde Baru yang hanya memuliakan rezim penguasa, menutupi pelanggaran HAM, dan mendiskreditkan lawan politik (Andreas Hugo Pareira).
  • Pelurusan Narasi Sejarah
    • Menyoroti contoh-contoh yang memerlukan pelurusan, seperti sejarah pelarangan peringatan Hari Lahir Pancasila pada masa Orde Baru dan akurasi fakta mengenai tempat kelahiran Soekarno di Surabaya, bukan Blitar.
  • Kritik terhadap Pembatasan Kasus HAM dan Keterbukaan Proses
    • Mengkritik rencana pemerintah yang hanya memasukkan dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Komnas HAM (Andreas Hugo Pareira).
    • Menuntut agar penulisan sejarah dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik (Andreas Hugo Pareira).
    • Meminta pemerintah untuk membuka daftar penulis yang terlibat dalam proyek tersebut (Andreas Hugo Pareira).
    • Menekankan pentingnya penulisan sejarah oleh ilmuwan sejarah untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pemahaman masyarakat.

Rencana Pemerintah dan Isu Terkait

Pemerintah, melalui Kementerian Kebudayaan, memiliki rencana dan pendekatan tersendiri dalam proyek penulisan ulang sejarah ini, yang mencakup beberapa aspek berikut:

  1. 1
    Target Penyelesaian Buku Sejarah Baru
    Kementerian Kebudayaan menargetkan buku sejarah nasional yang diperbarui akan selesai pada Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
  2. 2
    Proses Pelibatan Tenaga Ahli
    • Proses penyusunan buku sejarah ini akan melibatkan tim yang terdiri dari 113 penulis, 20 editor, dan 3 editor umum, termasuk sejarawan (Menteri Kebudayaan Fadli Zon).
    • Kementerian HAM akan dilibatkan dalam proses penulisan ulang untuk memastikan kebenaran peristiwa, terutama terkait keadilan (Menteri HAM Natalius Pigai).
  3. 3
    Diskusi Publik Terencana
    Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyatakan rencana untuk membuka ruang diskusi publik setelah draf awal penyusunan buku sejarah mencapai tahap tertentu.
  4. 4
    Perubahan Terminologi Sejarah
    Pemerintah memutuskan untuk tidak lagi menggunakan istilah "Orde Lama" dalam penulisan ulang sejarah, dengan alasan untuk menciptakan perspektif yang lebih netral dan inklusif. Keputusan ini mendapat kritik dari PDIP yang menilai penentuan terminologi seharusnya menjadi ranah ahli sejarah.
  5. 5
    Fokus pada Narasi Positif dan Indonesia-Sentris
    • Proyek penulisan ulang sejarah akan berfokus pada narasi yang lebih positif (Fadli Zon).
    • Tujuan untuk menyajikan sejarah yang lebih Indonesia-sentris, mencakup era Soekarno hingga Jokowi (Fadli Zon).
    • Bertujuan menghilangkan bias kolonial dan mempersatukan bangsa (Fadli Zon).
    • Menteri HAM Natalius Pigai mendukung "tone positif" yang diartikan sebagai penulisan sejarah berdasarkan fakta, apa adanya, tanpa memanipulasi peristiwa.
  6. 6
    Cakupan Pelanggaran HAM Berat Terbatas
    • Proyek penulisan ulang sejarah direncanakan hanya akan mencakup dua peristiwa pelanggaran HAM berat (Fadli Zon).
    • Fadli Zon menjelaskan bahwa pembatasan ini bukan berarti mengabaikan sejarah HAM, melainkan karena fokus utama adalah pada sejarah nasional secara keseluruhan.
    • Beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Komnas HAM, seperti peristiwa '65 dan penculikan aktivis, dilaporkan tidak termasuk dalam outline buku.
  7. 7
    Skala Proyek dan Tujuan Edukasi
    • Proyek ini direncanakan terdiri dari 10 jilid yang akan mencakup sejarah nasional Indonesia secara keseluruhan, dari masa awal hingga kontemporer.
    • Buku sejarah yang direvisi ini diharapkan akan menjadi acuan pembelajaran di sekolah.

Pokok-Pokok Kritis dalam Polemik Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Berikut adalah rangkuman poin-poin utama yang menjadi fokus dalam diskusi mengenai rencana penulisan ulang sejarah Indonesia.

Aspek PolemikPandangan Kritis (Fokus PDIP & Pihak Lain)Rencana/Respons Pemerintah
Prinsip Dasar Penulisan Sejarah
  • Harus berdasarkan fakta akurat, komprehensif, bukan narasi pemenang; terbuka, tanpa manipulasi; tidak memihak golongan tertentu (PDIP).
  • Jangan hanya untuk memuliakan rezim penguasa, menutupi pelanggaran HAM, dan mendiskreditkan lawan politik (Andreas Hugo Pareira, PDIP).
  • Penulisan harus jujur dan berdampak untuk membentuk karakter bangsa, fokus pada pemahaman kritis bukan hafalan (Pandangan umum sejarawan).
  • Sejarawan harus memastikan kebenaran peristiwa dengan bukti kuat dan mengakomodasi berbagai perspektif, termasuk yang termarjinalkan.
  • Akan melibatkan tim besar (113 penulis, 20 editor, 3 editor umum termasuk sejarawan).
  • Diskusi publik akan dibuka setelah draf awal mencapai tahap tertentu.
  • Kementerian HAM akan dilibatkan untuk memastikan kebenaran, terutama terkait keadilan.
  • Fokus pada narasi positif dan Indonesia-sentris.
  • "Tone positif" diartikan sebagai penulisan berdasarkan fakta, apa adanya, tanpa manipulasi (MenHAM).
Penggunaan Terminologi (Contoh: "Orde Lama")Penentuan terminologi seharusnya oleh ahli sejarah, bukan keputusan sepihak pemerintah (PDIP).Memutuskan untuk tidak menggunakan istilah "Orde Lama" dengan alasan menciptakan perspektif yang lebih netral dan inklusif.
Cakupan Kasus Pelanggaran HAM Berat
  • PDIP (Andreas Hugo Pareira) mengkritik rencana pemerintah yang hanya memasukkan dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Komnas HAM.
  • Sejarawan mengkritik potensi pengurangan signifikan kasus HAM yang dibahas, misalnya peristiwa '65 dan penculikan aktivis yang disebut tidak masuk dalam outline.
  • Kekhawatiran akan potensi revisi narasi peristiwa pelanggaran HAM dan adanya pengaruh politik.
  • Beberapa pihak mengkritik bahwa proyek ini berpotensi hanya berisi glorifikasi terhadap pemerintahan dan mengabaikan luka sejarah.
  • Pemerintah (Fadli Zon) menyatakan hanya akan mencakup dua pelanggaran HAM berat.
  • Alasannya adalah fokus pada sejarah nasional secara keseluruhan, bukan berarti mengabaikan sejarah HAM.
Keterbukaan Proses dan Pelibatan Ahli
  • PDIP (Djarot & Andreas) menekankan pentingnya keterbukaan, tanpa manipulasi, dan proses yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
  • PDIP (Andreas Hugo Pareira) meminta pemerintah membuka daftar penulis yang terlibat dalam proyek tersebut.
  • Menekankan pentingnya penulisan sejarah dilakukan oleh ilmuwan sejarah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
  • Melibatkan 113 penulis, 20 editor, dan 3 editor umum, termasuk sejarawan (Fadli Zon).
  • Rencana membuka diskusi publik setelah draf awal selesai.
  • Kementerian HAM akan dilibatkan.
Contoh Kasus Sejarah Spesifik (Selain HAM)Perlunya pelurusan fakta terkait peristiwa seperti pelarangan peringatan Hari Lahir Pancasila oleh Orde Baru; akurasi data (misalnya, tempat lahir Soekarno) (PDIP).Proyek bertujuan menghasilkan 10 jilid sejarah nasional dari masa awal hingga kontemporer, memasukkan temuan baru dari penelitian, dan menjadi acuan pembelajaran di sekolah.

Harapan dan Tujuan Penulisan Ulang Sejarah Nasional

Di luar kontroversi yang ada, terdapat harapan dan tujuan yang ingin dicapai melalui proyek penulisan ulang sejarah nasional ini, sebagaimana diungkapkan berbagai pihak:

  • Memperkuat Jiwa Kebangsaan dan Persatuan
    • Bertujuan untuk memperkuat jiwa kebangsaan.
    • Menyajikan sejarah yang dapat mempersatukan bangsa.
    • Pembelajaran sejarah diharapkan dapat menumbuhkan persatuan, toleransi, dan integritas berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
  • Menyajikan Perspektif Indonesia-Sentris
    • Menghilangkan bias kolonial dalam penulisan sejarah.
    • Menyajikan sejarah dari era Soekarno hingga Jokowi dengan perspektif Indonesia.
  • Relevansi untuk Generasi Muda dan Pendidikan
    • Menjadikan sejarah lebih relevan bagi generasi muda.
    • Buku sejarah yang direvisi akan menjadi acuan pembelajaran di sekolah.
    • Mendorong pemahaman sejarah yang kritis, bukan hanya hafalan.
  • Inkorporasi Temuan Baru dan Kebenaran Faktual
    • Memasukkan temuan-temuan baru dari penelitian sejarah.
    • Menulis sejarah berdasarkan fakta dan apa adanya, tanpa memanipulasi peristiwa (sesuai pandangan Menteri HAM).
article

Sumber

play_circle

Video

gallery_thumbnail

Gambar

Logo Ambisius

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.