Berita Politik
Polemik Penulisan Sejarah 1965 dan Gelar Pahlawan Soeharto
metrics

Trending
21 Mei - 22 Mei
Terakhir diperbarui
2 hari yang lalu
Jumlah artikel
5 artikel
Fokus pada Penulisan Ulang Sejarah Peristiwa 1965
Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan menggagas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang memicu diskursus publik, terutama terkait narasi peristiwa 1965. Beberapa poin penting terkait hal ini adalah:
- Ketua DPR RI, Puan Maharani, menekankan pentingnya keterbukaan dan akomodasi semua fakta sejarah, termasuk yang pahit, dalam proyek penulisan ulang sejarah yang ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025, serta mengingatkan agar tidak ada pengaburan sejarah dalam prosesnya.
- Yasonna Laoly dari Fraksi PDIP menyoroti bahwa narasi sejarah peristiwa 1965 yang ada saat ini sering bertentangan dengan temuan penelitian terbaru, serta mengingatkan potensi muatan politis dalam penulisan sejarah.
- Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyatakan bahwa penulisan ulang tidak akan mengubah substansi sejarah terkait peristiwa pembantaian 1965, sebuah pernyataan yang menuai kritik dari sejarawan.
- Kementerian Kebudayaan telah menunjuk tiga sejarawan untuk menyusun Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia.
- Proyek ini direncanakan melibatkan 100 sejarawan dan peneliti di bawah pimpinan Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum., Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia.
- Tujuan revisi ini adalah untuk menyelaraskan pengetahuan sejarah dengan temuan-temuan baru dari berbagai penelitian sejarawan.
Tanggapan dan Proses Pengawasan Penulisan Sejarah
Proyek penulisan ulang sejarah ini mendapatkan berbagai tanggapan dan akan melalui proses pengawasan dari lembaga legislatif:
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan meminta penjelasan resmi dari Kementerian Kebudayaan mengenai mekanisme, proses, dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan penulisan ulang sejarah.
- Komisi X DPR RI, yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, dilaporkan belum pernah membahas secara spesifik proyek ini dengan Kementerian Kebudayaan.
- Terdapat kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk politisi dan sejarawan, mengenai objektivitas dan potensi pengaburan fakta sejarah, khususnya yang berkaitan dengan periode sensitif seperti peristiwa 1965.
- Sejarawan Asvi Warman Adam mengkritik pernyataan Menteri Kebudayaan yang dianggap mengabaikan aspek-aspek kelam dalam sejarah bangsa terkait peristiwa 1965.
- Aktivis Masinton Pasaribu berpendapat bahwa penulisan sejarah Indonesia versi baru adalah momentum rekonsiliasi bangsa dan pelurusan sejarah yang ada.
- Masinton Pasaribu juga menekankan pentingnya menempatkan sejarah dalam bingkai ke-Indonesiaan (merah putih), mencakup peristiwa-peristiwa seperti tahun '48, '66, dan '67.
- Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa DPR RI akan terus mengawal wacana penulisan ulang sejarah ini.
Polemik Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Bersamaan dengan diskursus mengenai penulisan sejarah, muncul kembali usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto. Usulan ini mendapat penolakan dari Masinton Pasaribu, seorang aktivis '98. Ia meminta agar usulan tersebut dihentikan, terutama mengingat peran aktivis 1998 yang menuntut reformasi untuk menggulingkan rezim Orde Baru, serta kekhawatiran akan menjadi preseden buruk bagi gerakan reformasi dan mempertanyakan implikasinya terhadap para aktivis yang berjuang pada masa itu. Pemberian gelar pahlawan kepada sosok yang terkait erat dengan narasi sejarah yang kontroversial, termasuk peristiwa 1965 dan Orde Baru, menjadi perdebatan tersendiri.