Dilema Industri Tembakau dan Dampak Regulasi
Dilema industri tembakau dan dampak regulasi mengupas konflik antara kesehatan masyarakat, ekonomi, serta kebijakan pemerintah terkait. Temukan solusinya di sini!
Rangkuman

Trending
28 Mei
Terakhir diperbarui
2 hari yang lalu
Jumlah artikel
7 artikel
Industri tembakau di Indonesia menghadapi dilema kompleks yang bersumber dari tekanan regulasi internasional dan kebijakan fiskal domestik. Isu utama yang mencuat adalah polemik terkait Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan dampaknya terhadap kedaulatan negara, serta tekanan ekonomi yang dialami industri akibat kebijakan cukai dan regulasi baru.
Polemik Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan Kedaulatan Negara
Beberapa poin penting terkait FCTC dan implikasinya terhadap kedaulatan nasional adalah sebagai berikut:
- Ancaman terhadap Kedaulatan
- Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, menilai FCTC sebagai ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.
- Alasannya adalah adanya upaya sistematis untuk menyisipkan ketentuan FCTC ke dalam regulasi nasional meskipun Indonesia menolak meratifikasi perjanjian tersebut.
- Hal ini dianggap sebagai bentuk penjajahan model baru melalui intervensi instrumen hukum internasional.
- FCTC sebagai Alat Tekanan
- FCTC yang digagas WHO dianggap sebagai alat tekanan terhadap negara-negara produsen tembakau.
- Keputusan Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC dinilai sebagai langkah perlindungan kedaulatan nasional.
- Tekanan untuk mengadopsi prinsip-prinsip FCTC juga muncul dalam penyusunan kebijakan domestik, seperti rencana penyeragaman kemasan rokok.
- Amerika Serikat dijadikan contoh negara yang selektif dalam menerima perjanjian internasional.
Kinerja Industri Tembakau dan Dampak Regulasi
Kondisi industri tembakau terkini dan respons terhadap regulasi yang ada mencakup beberapa aspek berikut:
- Kontraksi Industri, Penyebab, dan Seruan Moratorium Cukai
- Industri Hasil Tembakau (IHT) mengalami kontraksi serius sebesar -3,77% pada kuartal I-2025, berbanding terbalik dengan pertumbuhan positif 7,63% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
- Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kenaikan tarif cukai, melemahnya daya beli masyarakat, dan meningkatnya peredaran rokok ilegal.
- Rencana kebijakan seperti penyeragaman kemasan rokok juga dinilai dapat memperburuk situasi industri.
- Data dari GAPRINDO menunjukkan adanya penurunan volume penebusan pita cukai pada kuartal pertama 2025, yang mengindikasikan penurunan penjualan produk tembakau.
- Kondisi ini memicu kekhawatiran akan potensi kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) di masa mendatang yang dapat semakin menekan industri padat karya ini.
- Oleh karena itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama serikat pekerja seperti FSP RTMM-SPSI menyerukan moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun ke depan.
- Moratorium ini diharapkan dapat menyelamatkan keberlangsungan industri tembakau dan memberikan kontribusi positif bagi pemulihan ekonomi nasional.
- Kritik terhadap Kebijakan Fiskal dan Perlindungan Pekerja
- Terdapat kritik terhadap kebijakan fiskal yang dianggap agresif dan inkonsistensi pemerintah dalam melindungi pekerja di sektor industri hasil tembakau (IHT).
- Apindo menekankan perlunya pemerintah mempertimbangkan dampak kebijakan fiskal terhadap tenaga kerja.
- Peneliti INDEF juga menyoroti pentingnya kebijakan yang tepat sasaran untuk menjaga daya saing IHT.
- Ada desakan untuk mencari keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan industri tembakau.
- Peningkatan Peredaran Rokok Ilegal dan Dampak Kebijakan Cukai
- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya peredaran rokok ilegal akibat kenaikan cukai rokok yang tinggi dan mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan cukai.
- Kebijakan cukai yang tinggi dikhawatirkan mendorong konsumen beralih ke produk tanpa pita cukai.
- Kepala Laboratorium Ekonomi UGM, Kun Haribowo, berpendapat bahwa tarif cukai tinggi membuka ruang bagi peredaran rokok ilegal.
- Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menekankan perlunya pendekatan moderat dalam penyesuaian tarif cukai.
- Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan adanya penindakan intensif terhadap rokok ilegal, dengan ribuan kasus ditangani dan ratusan juta batang rokok ilegal diamankan setiap tahun.
Kritik terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menuai kritik dari berbagai pihak karena potensi dampaknya terhadap industri strategis:
- Minim Koordinasi dan Potensi Dampak Negatif
- PP 28/2024 dinilai kurang melalui koordinasi yang memadai antar-kementerian dalam penyusunannya.
- Regulasi ini berpotensi merugikan industri strategis nasional, termasuk industri tembakau dan makanan-minuman.
- Pandangan Pakar dan Pejabat
- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa PP 28/2024 berpotensi menimbulkan dampak kontraproduktif bagi perekonomian nasional.
- Beberapa pasal dalam PP tersebut dianggap mengancam ekosistem industri, misalnya terkait pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak, serta larangan penjualan rokok di beberapa area tertentu.
- Wakil Menteri Hukum dan HAM menyoroti adanya potensi cacat prosedural dalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah ini.
Polemik regulasi tembakau, mulai dari tekanan FCTC, kebijakan cukai, hingga munculnya PP Nomor 28 Tahun 2024, menunjukkan kompleksitas isu yang melibatkan aspek kedaulatan negara, dampak ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan kesehatan masyarakat. Para pemangku kepentingan terus menyuarakan pandangan yang beragam untuk mencari solusi terbaik di tengah tantangan regulasi yang semakin ketat.
Sumber
Video
Gambar



Mungkin Kamu Tertarik
Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.