Berita Ekonomi Indonesia
Dampak Negosiasi Tarif AS-China terhadap Ekonomi Global
Metrics

Trending
22 Mei
Terakhir diperbarui
2 hari yang lalu
Jumlah artikel
5 artikel
Negosiasi tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok memiliki dampak signifikan terhadap metrik ekonomi global. Perkembangan dalam negosiasi ini memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi, inflasi, arus modal, dan pasar keuangan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dampak Global Kesepakatan Tarif AS-Tiongkok
Kesepakatan sementara dan negosiasi yang sedang berlangsung antara AS dan Tiongkok membawa perubahan pada lanskap ekonomi global:
-
Meredanya Ketidakpastian Global
- Kesepakatan sementara AS-Tiongkok untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari (mulai 14 Mei 2025, menurut salah satu sumber) sedikit meredakan ketidakpastian ekonomi global.
- Namun, ketidakpastian tetap tinggi karena negosiasi masih berlangsung.
-
Perbaikan Prospek Ekonomi Dunia
- Prospek perekonomian dunia membaik, dengan proyeksi pertumbuhan dari 2,9% menjadi 3,0% (proyeksi April 2025 menurut Bank Indonesia).
-
Dampak pada Inflasi dan Suku Bunga AS
- Penurunan tarif diperkirakan menurunkan proyeksi inflasi AS.
- Mendorong ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve (Fed Funds Rate/FFR).
Diperlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika ini.
Dampak pada Pasar Keuangan Global
Perubahan kebijakan tarif memicu pergerakan signifikan di pasar keuangan global:
-
Pergeseran Aliran Modal
- Aliran modal mulai bergeser dari AS ke negara-negara dan aset yang dianggap aman (safe haven).
- Terjadi peningkatan aliran modal ke pasar negara berkembang (Emerging Markets/EM).
-
Pelemahan Mata Uang
- Pelemahan indeks mata uang dolar AS (DXY).
- Pelemahan mata uang negara berkembang di Asia (ADXY).
Implikasi bagi Indonesia
Kebijakan tarif AS berdampak langsung dan tidak langsung terhadap perekonomian Indonesia:
-
Tantangan Tarif Resiprokal AS
- Menteri Perdagangan Budi Santoso berharap AS menghapus tarif balasan (resiprokal) terhadap barang Indonesia, termasuk furnitur (nilai ekspor ke AS Rp1,64 miliar, pangsa 5,57%).
- Tarif resiprokal meningkatkan biaya; tarif furnitur RI saat ini sekitar 3%, sementara tarif dasar baru AS 10% (berlaku 90 hari sejak pengumuman).
- Importir furnitur AS cenderung meminta diskon dari pengirim Indonesia, menambah beban biaya eksportir.
- Kebijakan tarif impor resiprokal 32% AS terhadap produk Indonesia (disebutkan oleh Bambang Soesatyo) menciptakan tantangan serius: ancaman ekspor, pasar keuangan, risiko sosial (PHK, kemiskinan).
-
Strategi Mitigasi Indonesia
- Pentingnya diplomasi ekonomi yang agresif, diversifikasi pasar, dan penguatan kebijakan domestik.
- KADIN merekomendasikan penguatan diplomasi regional (ASEAN), pengawasan impor, investasi SDM, dan kerja sama dengan blok BRICS+.
Dinamika Kekayaan di Tengah Kebijakan Tarif
Meskipun terdapat kekhawatiran pasar terkait kebijakan tarif, beberapa tren ekonomi menarik perhatian:
-
Peningkatan Kekayaan Orang Terkaya AS
- Kekayaan 10 orang terkaya di AS meningkat USD365 miliar (sekitar Rp5,9 kuadriliun) dalam setahun terakhir, meskipun ada kekhawatiran pasar terkait kebijakan tarif impor.
- Peningkatan ini setara dengan sekitar USD1 miliar (Rp16,3 triliun) per hari.
- Hal ini menyoroti isu ketimpangan kekayaan, di mana pekerja AS rata-rata memperoleh lebih dari USD50.000 pada tahun 2023.
Temuan ini menunjukkan kompleksitas dampak ekonomi yang tidak selalu merata di semua lapisan masyarakat.