MK Resmi Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, Pilkada Berpotensi Mundur 2031

MK resmi memisahkan pemilu nasional dan daerah, berpotensi menunda Pilkada 2029 ke 2031. Temukan dampak putusan, perpanjangan masa jabatan, dan tanggapan berbagai pihak.

image cover
leaderboard

Tanggal Publikasi

29 Jun 2025

update

Sumber Berita

5 sumber

newspaper

Total Artikel

10 artikel

article

Overview

Mahkamah Konstitusi mengabulkan pemisahan pemilu nasional dan daerah dengan jeda 2-2,5 tahun. Putusan ini berpotensi menunda Pilkada 2029 dan memperpanjang masa jabatan anggota DPRD/kepala daerah. KPU akan mempelajari putusan ini, sementara DPR terbelah antara kritik dan penerimaan. Kemendagri mengkaji dampak putusan MK, dan DPD berharap peningkatan partisipasi politik.

⚖️ Putusan Mahkamah Konstitusi

  • MK mengabulkan permohonan pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan.
  • Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024.
  • MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
  • MK memerintahkan agar pemilu daerah diselenggarakan setelah pemilu nasional.

💡 Rasionalisasi dan Dampak Putusan

  • MK menilai pemilu serentak "lima kotak" membebani pemilih, menyebabkan kejenuhan, dan kurang fokus pada isu daerah.
  • Pemisahan pemilu diharapkan meningkatkan partisipasi publik, mengurangi kelelahan penyelenggara, dan memungkinkan pengawasan lebih efektif.
  • Sebagai dampak, Pilkada 2029 berpotensi ditunda menjadi 2031 atau 2032.
  • Masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah yang berakhir pada 2029 berpeluang diperpanjang hingga 2031 jika putusan diakomodasi dalam revisi UU.
  • Pemisahan pemilu juga dapat mengurangi jumlah kotak suara dari lima menjadi dua.

🗣️ Tanggapan dan Reaksi

  • KPU RI akan mempelajari putusan MK dan menilai hal ini akan meringankan tugas KPU dalam penyelenggaraan pemilu.
  • Partai Perindo mengapresiasi putusan MK sebagai langkah maju untuk menata ulang demokrasi Indonesia agar lebih efektif.
  • Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, mengkritik putusan MK, menyebutnya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) dan (2).
  • Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, berpendapat putusan MK bersifat final dan mengikat, serta mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala daerah.
  • Kemendagri sedang mengkaji dampak putusan MK secara mendalam, termasuk skema pembiayaan dan koordinasi dengan KPU serta DPR.
  • Ketua DPD RI berharap pemisahan jadwal pemilu dapat meningkatkan partisipasi politik dan memperkuat hubungan pusat-daerah.

Apa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyelenggaraan pemilu?

keyboard_arrow_down

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan terkait pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah. Putusan ini menetapkan jeda waktu minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD atau Presiden/Wakil Presiden.

MK menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Dengan demikian, MK memerintahkan agar pemilu daerah diselenggarakan setelah pemilu nasional.

Siapa pemohon dalam perkara yang diputuskan MK ini?

keyboard_arrow_down

Permohonan yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Permohonan tersebut teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024.

Mengapa MK memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah?

keyboard_arrow_down

MK memutuskan untuk memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah karena menilai sistem pemilu serentak "lima kotak" yang berlaku sebelumnya terlalu rumit dan membebani. Beberapa alasan utama di balik putusan ini adalah:

  • Kejenuhan Pemilih: Pemilu serentak menyebabkan pemilih jenuh dan tidak fokus pada isu-isu daerah.
  • Minimnya Waktu Penilaian: Rakyat memiliki waktu yang minim untuk menilai kinerja pemerintahan serta anggota legislatif secara komprehensif.
  • Beban Penyelenggara: Sistem sebelumnya membebani penyelenggara pemilu.

Bagaimana dampak putusan MK ini terhadap jadwal Pilkada dan masa jabatan pejabat daerah?

keyboard_arrow_down

Putusan MK ini berpotensi memiliki dampak signifikan terhadap jadwal Pilkada dan masa jabatan pejabat daerah:

  • Penundaan Pilkada 2029: Pilkada yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2029 berpotensi ditunda menjadi tahun 2031 atau 2032, menyesuaikan dengan jeda waktu yang ditetapkan MK.
  • Perpanjangan Masa Jabatan: Masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah yang berakhir pada tahun 2029 berpeluang diperpanjang hingga tahun 2031. Hal ini dapat terjadi jika putusan MK dimasukkan dalam revisi UU Pemilu atau Pilkada sebelum tahun 2029.
  • Penunjukan Penjabat Sementara: Ketua Komisi II DPR menyebut perpanjangan masa jabatan sebagai satu-satunya solusi untuk anggota DPRD. Sementara itu, untuk kepala daerah, ada kemungkinan akan digantikan oleh penjabat sementara jika tidak ada perpanjangan masa jabatan. Anggota Bawaslu RI, Puadi, menyebut perpanjangan masa jabatan sebagai konsekuensi transisional yang perlu dikelola secara transparan dan akuntabel.

Apa saja manfaat yang diharapkan dari pemisahan pemilu ini?

keyboard_arrow_down

Pemisahan pemilu ini diharapkan membawa beberapa manfaat, antara lain:

  • Peningkatan Partisipasi Publik: Diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi.
  • Pengurangan Kelelahan Penyelenggara: Beban kerja penyelenggara pemilu, seperti KPU, akan berkurang.
  • Pengawasan Lebih Efektif: Memungkinkan pengawasan yang lebih efektif terhadap jalannya pemilu.
  • Penyederhanaan Kotak Suara: Jumlah kotak suara dapat berkurang dari lima menjadi dua, karena hanya akan berisi surat suara untuk pilpres, pileg, dan DPD dalam pemilu nasional.

Bagaimana tanggapan berbagai pihak terhadap putusan MK ini?

keyboard_arrow_down

Tanggapan terhadap putusan MK ini bervariasi dari berbagai pihak:

  • KPU RI: Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menyatakan pihaknya akan mempelajari putusan ini dan menilai bahwa putusan ini akan meringankan tugas KPU. KPU juga akan memperbarui data pemilih secara berkala setiap 6 bulan untuk meminimalkan masalah data ganda dan ketidakakuratan informasi kependudukan, berkoordinasi dengan Dukcapil.
  • Partai Perindo: Mengapresiasi putusan MK, menilai sebagai langkah maju untuk menata ulang demokrasi Indonesia agar lebih efektif dan efisien.
  • Bawaslu RI: Anggota Bawaslu RI, Puadi, menyebut perpanjangan masa jabatan sebagai konsekuensi transisional yang perlu dikelola secara transparan dan akuntabel.
  • Ketua DPD RI: Sultan B Najamudin berharap pemisahan jadwal pemilu dapat meningkatkan partisipasi politik serta memperkuat hubungan pusat dan daerah, dan menekankan perlunya penyesuaian UU terkait Pemilu seperti UU MD3.

Apa langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh lembaga terkait seperti KPU dan Kemendagri?

keyboard_arrow_down

Sebagai respons terhadap putusan MK, beberapa lembaga telah merencanakan langkah selanjutnya:

  • Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri): Sedang mengkaji dampak putusan MK ini, mendalami substansi, meminta masukan pakar, membahas secara internal (termasuk skema pembiayaan), dan berkomunikasi intensif dengan KPU dan DPR RI.
  • Komisi II DPR RI: Sedang mengkaji opsi pemisahan Pemilu secara horizontal (eksekutif vs. legislatif) dan vertikal (pusat vs. daerah) sebagai respons terhadap putusan MK.
  • KPU RI: Akan mempelajari putusan MK dan memperbarui data pemilih secara berkala setiap 6 bulan untuk meminimalkan masalah data ganda dan ketidakakuratan informasi kependudukan, berkoordinasi dengan Dukcapil.

Apakah ada kritik atau pandangan berbeda mengenai putusan MK ini?

keyboard_arrow_down

Meskipun banyak yang mengapresiasi, ada juga kritik dan pandangan berbeda mengenai putusan MK ini:

  • Ahmad Irawan (Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar): Mengkritik putusan MK, menyebutnya sebagai kesalahan karena bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 22E ayat (1) dan (2) yang menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali, termasuk untuk memilih anggota DPRD. Irawan mendesak amandemen UUD 1945 untuk koreksi komprehensif karena MK dinilai terlalu jauh memasuki ranah legislatif.
  • Deddy Sitorus (Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP): Berpendapat bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Berbeda dengan Irawan, Deddy mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala daerah daripada menunjuk penjabat sementara.

Bagaimana putusan ini dapat mempengaruhi jumlah kotak suara dalam pemilu?

keyboard_arrow_down

Pemisahan pemilu ini dapat secara signifikan mengurangi jumlah kotak suara yang digunakan dalam pemilu. Sebelumnya, pemilu serentak menggunakan lima kotak suara untuk berbagai tingkatan pemilihan (presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota).

Dengan adanya pemisahan, pemilu nasional hanya akan berisi surat suara untuk pilpres, pileg, dan DPD, sehingga jumlah kotak suara dapat berkurang menjadi dua kotak saja. Hal ini diharapkan dapat menyederhanakan proses pemungutan suara dan mengurangi kerumitan bagi pemilih.

Sumber Artikel

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.

Now Hiring: Exceptional Talent Wanted!

Join our startup and help shape the future of AI Industry in Indonesia.

Lamar sekarang