Bencana Sumatera: Ke Mana Arah Anggaran Pemulihan Rp 51 Triliun?

Banjir dan longsor masif di Aceh, Sumut, dan Sumbar memicu respons besar dari pemerintah dengan alokasi anggaran Rp 51 triliun untuk rehabilitasi infrastruktur dan perumahan 45. Di tengah upaya penanganan yang melibatkan Presiden, kementerian, TNI-Polri, dan swasta, tantangan utama adalah kerusakan jalur transportasi yang menghambat distribusi bantuan 3. Di sisi lain, bencana ini memicu kritik tajam dari Walhi terhadap kebijakan lingkungan pemerintah daerah 11 dan perdebatan publik mengenai fenomena "viralkan dulu" dalam komunikasi krisis 12.

Skala Bencana dan Dampak Meluas

Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera—Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—telah menciptakan krisis kemanusiaan berskala besar. Dampaknya begitu luas hingga Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membandingkannya dengan tsunami Aceh 2004, bukan dari jumlah korban jiwa, melainkan dari cakupan wilayah yang terdampak 14.

Data menunjukkan kerusakan masif di puluhan kabupaten/kota, melumpuhkan kehidupan masyarakat dan infrastruktur vital 13. Hingga 14 Desember 2025, total korban jiwa telah mencapai 1.006 orang, dengan ratusan lainnya masih hilang 212. AHY menegaskan bahwa kondisi di lapangan jauh lebih parah dari yang tergambar di media sosial, yang awalnya dipenuhi keraguan akibat potensi misinformasi 1314.

Respons Cepat Pemerintah dan Alokasi Anggaran Jumbo

Pemerintah pusat merespons bencana ini dengan cepat dan komprehensif. Presiden Prabowo Subianto meninjau langsung lokasi terdampak di Aceh Tamiang untuk memastikan suplai pangan aman 1. Ia juga menegaskan pemerintah bekerja keras, meski mengakui adanya keterbatasan dan meminta maaf atas penanganan yang mungkin belum maksimal 16.

Langkah paling signifikan adalah penyiapan anggaran sebesar Rp 51 triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi 45. Dana jumbo ini akan difokuskan pada pembangunan kembali infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan sistem air bersih yang rusak parah 34.

Sinergi antarlembaga menjadi kunci, di mana AHY memimpin koordinasi antara kementerian terkait, BNPB, TNI-Polri, dan pemerintah daerah untuk mempercepat pemulihan 3.

Tantangan Logistik dan Prioritas Pemulihan

Tantangan terbesar di lapangan adalah putusnya akses transportasi akibat hancurnya jalan dan jembatan 313. Kondisi ini menghambat distribusi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah terisolir, seperti sembilan desa di Tapanuli Tengah yang hanya bisa dijangkau via darat dengan berjalan kaki atau bantuan udara 2.

Oleh karena itu, pengerahan alat berat untuk membuka kembali jalur transportasi menjadi kebutuhan paling mendesak 34. Tanpa akses yang memadai, seluruh upaya bantuan logistik akan terhambat.

Upaya pemulihan juga berfokus pada layanan esensial lainnya:

• Energi: Pertamina menerapkan berbagai skema alternatif untuk menyalurkan BBM dan LPG, termasuk pengiriman via laut dan penggunaan metode darurat seperti "canting" (sedot manual dari drum) 617. Mereka juga menyediakan PLTS untuk posko bencana 9.
• Komunikasi: Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berhasil memulihkan 97,8% menara BTS di Sumatera Utara, memastikan kelancaran arus informasi untuk penanganan bencana 8.
• Pendidikan: Sedikitnya 5.000 ruang kelas rusak di Sumut. Prioritasnya adalah memastikan siswa dapat segera kembali belajar, baik dengan membersihkan sekolah rusak ringan maupun merelokasi sekolah yang rusak berat 2.

Kritik Ekologis dan Sorotan Komunikasi Krisis

Di tengah upaya penanganan, muncul dua sorotan tajam dari publik dan aktivis lingkungan.

1. Kegagalan Tata Kelola Lingkungan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik keras Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, yang dinilai "cuci tangan" atas penyebab bencana 11. Walhi menuding bencana ekologis ini merupakan akumulasi dari kegagalan pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga hutan.

"Gubernur Sumbar dan Menteri Kehutanan adalah aktor negara utama yang bertanggung jawab atas bencana ekologis di Sumatera Barat," tegas Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto 11.

Walhi membeberkan data terkait izin eksploitasi hutan, tambang ilegal, dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit yang masif di Sumbar, yang diduga kuat menjadi pemicu utama bencana berulang 11.

2. Fenomena "Viralkan Dulu"

Perdebatan juga muncul terkait fenomena pejabat publik yang meminta masyarakat memviralkan bencana untuk menarik perhatian 12. Praktik ini dinilai menunjukkan kegagalan sistem komunikasi darurat resmi pemerintah.

Negara seharusnya menjadi sumber informasi utama yang cepat dan akurat, bukan bergantung pada narasi publik yang seringkali didominasi emosi 12.

Gelombang Bantuan Kemanusiaan Lintas Sektor

Solidaritas dan gotong royong menjadi kekuatan utama dalam menghadapi bencana ini, seperti yang disoroti oleh Presiden Joko Widodo 16. Berbagai elemen bangsa bergerak serentak menyalurkan bantuan.

Bantuan datang dari berbagai pihak, menunjukkan kolaborasi yang kuat:

• Lembaga Negara: Ketua MPR menyalurkan 5.000 paket bantuan di Tapanuli 2, sementara Kementan mengirimkan bantuan bertahap menggunakan kapal perang TNI AL 15.
• Aparat Keamanan: Polri, dipimpin langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, turun membantu membersihkan fasilitas umum seperti Masjid Syuhada di Aceh Tamiang 1.
• Alumni dan Organisasi: Alumni Akabri 2000 (Pamor Persada) mengirimkan 10 truk bantuan berisi kebutuhan pokok, perlengkapan tidur, hingga pakaian 7.
• Korporasi: Pertamina menyalurkan bantuan energi 9, sementara MyRepublic memberikan fasilitas internet gratis selama setahun untuk enam sekolah terdampak di Sumut 18.

Bantuan yang disalurkan sangat beragam, mulai dari sembako, obat-obatan, perlengkapan sekolah, hingga kasur dan popok bayi, dikoordinasikan untuk memastikan tiba tepat sasaran 2715.