AS Resmi Setujui Penjualan Sistem Panduan Bom Rp8,2 Triliun ke Israel

JDAM (Joint Direct Attack Munition) adalah perangkat atau kit panduan yang mengubah bom konvensional, yang awalnya tidak berpemandu, menjadi senjata presisi tinggi. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan kemampuan panduan yang akurat, biasanya menggunakan sistem GPS (Global Positioning System) atau laser, sehingga bom dapat mengenai target dengan lebih tepat.

Persetujuan penjualan sistem panduan ini diambil untuk meningkatkan kemampuan Israel dalam menghadapi ancaman dan mempertahankan diri. Langkah ini juga terjadi setelah serangan Israel ke Iran pada 13 Juni lalu yang menargetkan program nuklir Iran, menunjukkan adanya kebutuhan Israel untuk memperkuat pertahanan dan kemampuan serangannya dalam konteks ketegangan regional.

Konflik militer antara Israel dan Iran dimulai setelah serangan Israel ke Iran pada 13 Juni lalu. Serangan ini menargetkan program nuklir Iran. Konflik tersebut kemudian berlanjut selama 12 hari dengan keterlibatan Amerika Serikat.

Konflik antara Israel dan Iran berakhir dengan pengumuman gencatan senjata oleh Presiden AS Donald Trump. Gencatan senjata ini terjadi setelah ketegangan militer selama hampir dua pekan, termasuk insiden Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar. Meskipun ada gencatan senjata yang dimediasi oleh AS dan Qatar, Perdana Menteri Israel berjanji untuk mencegah Iran membangun kembali fasilitas nuklirnya.

Iran mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil beberapa tindakan terkait konflik tersebut, yaitu:

• Mengakui Israel dan AS sebagai inisiator agresi.
• Menuntut kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan.
• Meminta Israel dan AS bertanggung jawab atas tindakan mereka.
• Mencegah terulangnya kejahatan serupa di masa depan.

Ya, potensi konflik antara Israel dan Iran masih ada meskipun telah ada gencatan senjata. Perdana Menteri Israel telah menyatakan komitmennya untuk mencegah Iran membangun kembali fasilitas nuklirnya, yang merupakan sumber utama ketegangan. Selain itu, analis meragukan efektivitas kesepakatan gencatan senjata ini, sebagian karena Israel dianggap tidak mampu berperang dalam jangka panjang. Klaim kemenangan dari ketiga pihak (Iran, Israel, dan AS) setelah pertempuran 12 hari juga menunjukkan bahwa akar masalah belum terselesaikan sepenuhnya.

Ayatollah Ali Khamenei adalah Pemimpin Tertinggi Iran, yang juga merupakan pemimpin spiritual dan otoritas keagamaan tertinggi di negara tersebut. Ia menjadi sorotan karena menjadi target ancaman pembunuhan dari Presiden AS Donald Trump, yang pernah menyebutnya sebagai "target mudah," dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang juga mengisyaratkan niat serupa. Ancaman ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak.

Reaksi internasional terhadap ancaman terhadap Ayatollah Ali Khamenei sangat kuat, terutama dari negara-negara Muslim. Senator Pakistan, Allama Raja Nasir Abbas Jafari, secara terbuka mengutuk ancaman tersebut dan memperingatkan bahwa pembunuhan terhadap Khamenei dapat memicu respons besar dari negara-negara Muslim, termasuk Pakistan. Ia menekankan bahwa Khamenei adalah pemimpin spiritual dan otoritas keagamaan yang sangat dihormati. Selain itu, ulama senior Iran juga telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa ancaman terhadap kepemimpinan dan otoritas agama Iran dianggap sebagai tindakan melawan Tuhan, yang pantas dihukum mati.