Gencatan Senjata Iran-Israel: Trump Klaim Berhasil, Qatar Berperan Kunci Mediasi

Pihak utama yang berperan dalam mediasi gencatan senjata ini adalah Amerika Serikat (AS), khususnya Presiden Donald Trump, dan Qatar. Utusan Iran untuk PBB, Saeid Iravani, menyampaikan terima kasih kepada Qatar, sementara Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, berterima kasih kepada Presiden AS Donald Trump.

Presiden AS Donald Trump mengklaim telah menengahi kesepakatan gencatan senjata ini setelah adanya komunikasi antara timnya dengan pejabat Israel dan Iran. Atas perannya ini, seorang anggota kongres AS bahkan menominasikan Presiden Donald Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian. Namun, perlu dicatat bahwa AS sendiri sempat menyerang tiga situs nuklir Iran sebelum gencatan senjata diumumkan, dan pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf, mengkritik keterlibatan militer AS dalam konflik ini sebagai pelanggaran hukum internasional.

Qatar memainkan peran penting dan diam-diam dalam mediasi gencatan senjata ini. Qatar terlibat dengan sekutu Israel di Amerika dan pemerintah Iran. Bahkan, Emir Qatar diminta oleh Presiden Trump untuk mengajak Iran bergabung dengan proposal gencatan senjata AS. Seorang pejabat Gedung Putih menyatakan bahwa Emir Qatar memiliki peran krusial dalam terwujudnya gencatan senjata ini.

Israel menyetujui gencatan senjata karena beberapa alasan:

• Dampak Ekonomi: Israel mulai merasakan dampak ekonomi signifikan dari perang 12 hari ini, dengan perkiraan pengeluaran miliaran dolar dan potensi kerugian total mencapai lebih dari Rp195,8 triliun jika perang berlangsung sebulan.
• Kekurangan Persenjataan: Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dilaporkan kehabisan persenjataan dan amunisi.
• Strategi Politik: Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, diduga menggunakan konflik ini sebagai strategi "wag the dog" untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestik, termasuk kegagalan operasi militer di Gaza dan kasus korupsi yang menjeratnya.

Ya, keberlangsungan gencatan senjata masih diragukan. Rusia menyatakan ketidakpastian mengenai hal ini, mengingat laporan serangan yang masih terjadi antara kedua belah pihak setelah pengumuman. Presiden Trump sendiri sempat mencaci kedua belah pihak karena melanggar perjanjian, bahkan memerintahkan pesawat Israel yang menuju Iran untuk berbalik arah setelah Israel menyerang radar Iran sebagai respons atas peluncuran rudal balistik Iran. Trump mengakui Israel adalah pelanggar yang lebih parah.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa Iran siap mematuhi gencatan senjata selama Israel tidak melanggar kesepakatan dan menghentikan serangannya ke wilayah kedaulatan Palestina dan Iran. Pezeshkian juga menuduh Israel gagal mencapai tujuan mereka dalam menyerang fasilitas nuklir Iran dan justru membayar mahal atas serangan tersebut, meskipun Israel menyensor berita untuk menutupi dampaknya.

Israel dilaporkan mulai merasakan dampak ekonomi signifikan dari perang 12 hari ini. Diperkirakan pengeluaran mencapai miliaran dolar. Potensi kerugian total bisa mencapai lebih dari Rp195,8 triliun jika perang berlangsung selama sebulan.

Reaksi internasional terhadap konflik dan gencatan senjata ini bervariasi:

• Amerika Serikat (AS): Presiden Donald Trump mengklaim menengahi gencatan senjata dan dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian. Namun, keterlibatan militer AS dikritik sebagai pelanggaran hukum internasional oleh pengamat Timur Tengah, Faisal Assegaf.
• Qatar: Mendapat ucapan terima kasih dari Iran atas upaya diplomatiknya dalam mengakhiri agresi Israel dan mencegah eskalasi ketegangan regional.
• Rusia: Menyatakan ketidakpastian mengenai keberlangsungan gencatan senjata, mengingat laporan serangan yang masih terjadi antara kedua belah pihak.
• Malaysia: Perdana Menteri Anwar Ibrahim telah berbicara dengan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menegaskan posisi Malaysia yang mengutuk keras serangan Israel dan menyambut baik komitmen Iran untuk mencari jalan damai melalui negosiasi dan diplomasi.