Parlemen Iran Setujui Penutupan Selat Hormuz, Harga Minyak Dunia Terancam Melonjak

Eskalasi ketegangan antara Iran dan AS/Israel yang memicu usulan penutupan Selat Hormuz dimulai sejak 13 Juni. Pada tanggal tersebut, terjadi serangan militer Israel yang didukung AS terhadap Iran. Serangan ini menyebabkan peningkatan signifikan dalam konflik, dengan Israel melaporkan 25 orang tewas dan ratusan luka-luka akibat serangan rudal Iran, sementara Iran melaporkan 430 warganya tewas dan lebih dari 3.500 luka-luka akibat serangan Israel.

Meskipun Parlemen Iran telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz, keputusan akhir mengenai penutupan tersebut akan ditetapkan oleh Dewan Keamanan Tertinggi Nasional Iran. Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari dari Komisi Keamanan Nasional dan Komandan Garda Revolusi Esmail Kosari telah menegaskan bahwa keputusan akhir berada di tangan dewan tersebut, dan penutupan akan dilakukan jika dianggap perlu.

Selat Hormuz merupakan jalur vital yang dilalui sekitar 20 persen dari total pasokan minyak dan gas dunia. Volume pengiriman minyak yang melewati selat ini diperkirakan mencapai nilai US$ 1 miliar per hari. Ketergantungan global pada jalur ini menjadikannya sangat penting bagi stabilitas pasar energi internasional.

Penutupan Selat Hormuz akan memiliki dampak ekonomi yang sangat signifikan. Berikut adalah beberapa dampak potensial:

• Blokade Pengiriman Minyak: Penutupan selat dapat memblokir pengiriman minyak senilai US$ 1 miliar per hari, yang akan mengganggu pasokan energi global secara drastis.
• Lonjakan Harga Minyak: Gangguan pasokan yang masif ini berpotensi menyebabkan lonjakan harga minyak dunia secara tajam, memengaruhi ekonomi global.
• Kerugian Ekonomi Global: Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyatakan bahwa penutupan selat ini akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Iran dan akan sangat merugikan ekonomi global, terutama bagi negara-negara seperti China yang sangat bergantung pada selat ini untuk pasokan minyaknya.

Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan serius terhadap ancaman penutupan Selat Hormuz. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, secara terbuka meminta pemerintah China untuk membujuk Iran agar tidak menutup selat tersebut. Rubio menekankan bahwa tindakan tersebut akan menjadi "bunuh diri ekonomi" bagi Iran dan akan merugikan ekonomi global secara luas. Ia juga menambahkan bahwa AS memiliki berbagai opsi untuk mengatasi situasi tersebut dan siap berunding dengan Iran, serta memiliki kemampuan yang belum pernah dilihat Iran sebelumnya, mengindikasikan potensi respons militer jika diperlukan.

Meningkatnya ketegangan di sekitar Selat Hormuz telah memicu respons dari perusahaan pelayaran. Beberapa sumber melaporkan bahwa kapal komersial mulai menghindari perairan Iran di sekitar selat tersebut. Contoh konkret adalah dua kapal tanker raksasa, Coswisdom Lake dan South Loyalty, yang dilaporkan berbalik arah di Selat Hormuz setelah serangan udara AS ke fasilitas nuklir Iran, menandakan potensi pengalihan rute kapal minyak. Selain itu, gangguan pada alat elektronik dan sinyal perkapalan di Teluk Persia juga dilaporkan meningkat sejak serangan udara Israel pada 13 Juni, menambah kekhawatiran bagi navigasi di wilayah tersebut.

Ya, Iran memiliki berbagai pilihan selain penutupan Selat Hormuz. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan bahwa Iran memiliki beragam opsi untuk menanggapi tekanan, namun diplomasi tetap menjadi prioritas utama. Ancaman penutupan Selat Hormuz sendiri telah lama digunakan oleh Iran sebagai alat strategis untuk menangkal tekanan dari negara-negara Barat, menunjukkan bahwa ini adalah salah satu dari beberapa taktik yang dapat mereka gunakan dalam menghadapi situasi geopolitik yang kompleks.