AS Bombardir Fasilitas Nuklir Iran, Picu Kecaman Global dan Ancaman Balasan

Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa tujuan utama serangan ini adalah untuk:

• Menghancurkan kapasitas pengayaan nuklir Iran: AS ingin melumpuhkan kemampuan Iran dalam memperkaya uranium yang dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir.
• Menghentikan ancaman nuklir: AS berupaya menghilangkan apa yang dianggapnya sebagai ancaman nuklir dari Iran.
• Mendesak Iran untuk berdamai: Trump juga mendesak Iran untuk mencari solusi damai atau menghadapi konsekuensi yang lebih besar.

Iran mengutuk keras serangan AS, menyebutnya sebagai "agresi militer brutal yang tak termaafkan", "pelanggaran berat terhadap piagam PBB dan hukum internasional", serta "tindakan kriminal" yang memulai "perang berbahaya". Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan bahwa AS telah mengkhianati diplomasi dan tidak ada lagi ruang untuk negosiasi. Iran menegaskan memiliki hak untuk membela diri dan akan mengambil semua opsi untuk membalas, termasuk mempertimbangkan penutupan Selat Hormuz. Televisi pemerintah Iran bahkan menayangkan peringatan kepada Trump dengan peta pangkalan militer AS di Timur Tengah, menyatakan "Anda yang memulainya, dan kami yang akan mengakhirinya", serta menganggap semua personel sipil dan militer AS di Timur Tengah sebagai target sah.

Meskipun Presiden Trump mengklaim fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah "dihancurkan total", Badan Energi Atom Iran (AEOEI) tidak mengonfirmasi klaim tersebut dan menyatakan tidak ada kebocoran radiasi. Beberapa sumber Iran juga mengklaim bahwa situs nuklir yang diserang telah dievakuasi dan sebagian besar uranium yang diperkaya telah dipindahkan sebelum serangan, menunjukkan bahwa kerusakan mungkin tidak separah yang diklaim AS.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji tindakan AS sebagai langkah berani yang akan mengubah sejarah kawasan. Ia juga mengonfirmasi adanya koordinasi penuh antara militer AS dan Israel dalam serangan tersebut. Israel menegaskan akan terus menyerang Iran meskipun AS telah membombardir fasilitas nuklir tersebut, menunjukkan komitmen mereka untuk menghadapi ancaman dari Iran.

Serangan ini memicu gelombang kecaman internasional dari berbagai pihak:

• PBB: Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan "sangat khawatir" dan menyerukan de-eskalasi.
• Negara-negara Amerika Latin: Kuba, Chili, Venezuela, Kolombia, dan Meksiko mengutuk serangan tersebut.
• Negara-negara Arab: Arab Saudi, Qatar, Oman, UEA, Bahrain, Kuwait, Irak, Lebanon, dan Mesir kompak menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan penahanan diri serta diplomasi.
• Rusia dan China: Kedua negara mengutuk keras serangan AS sebagai pelanggaran hukum internasional dan menyerukan gencatan senjata.
• Indonesia: Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, mengutuk agresi Israel ke Iran dan Jalur Gaza sebagai pelanggaran hukum internasional.

Di sisi lain, Ukraina menyambut serangan itu sebagai langkah yang dibenarkan.

Dampak ekonomi global segera terasa setelah serangan. Harga minyak diprediksi melonjak signifikan, sementara aset kripto mengalami penurunan. Bursa saham di Kuwait dan Oman melemah. Analis memperingatkan peningkatan risiko geopolitik yang dapat memicu ketidakpastian pasar global dan potensi inflasi global akibat kenaikan harga energi.

Di Amerika Serikat, Kongres terpecah belah dalam menyikapi tindakan Presiden Trump. Partai Republik secara umum mendukung tindakan Trump, menganggapnya sebagai langkah yang diperlukan untuk keamanan nasional. Namun, Partai Demokrat mengkritik keras kurangnya persetujuan Kongres sebelum serangan dilancarkan dan bahkan mempertimbangkan potensi pemakzulan terhadap Presiden. Wakil Presiden AS, JD Vance, menegaskan bahwa serangan ini bukan perang melawan Iran, melainkan terhadap program nuklirnya, dan AS akan mengamati reaksi Iran dalam 24 jam ke depan.

Serangan ini berpotensi memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan. Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengklaim bahwa beberapa negara siap memasok senjata nuklir ke Iran setelah serangan AS, yang justru dapat mempercepat produksi senjata nuklir Iran. Hal ini menunjukkan risiko eskalasi dan proliferasi nuklir di kawasan. Selain itu, ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran, serta peran Israel yang terus menyerang Iran, dapat menyebabkan ketidakstabilan geopolitik yang berkepanjangan di Timur Tengah, dengan potensi dampak global yang lebih luas.