Prabowo-Putin Sepakati Kerja Sama Strategis, Perkuat Hubungan Indonesia-Rusia Lintas Sektor

Hasil utama dari pertemuan antara Presiden Prabowo dan Presiden Putin adalah penandatanganan dan pertukaran dokumen kerja sama bilateral. Kedua pemimpin secara resmi menyepakati Deklarasi Kemitraan Strategis antara Federasi Rusia dan Republik Indonesia. Deklarasi ini menjadi landasan untuk peningkatan kerja sama di berbagai sektor.

Kerja sama bilateral antara Indonesia dan Rusia yang disepakati mencakup berbagai sektor penting, antara lain:

• Pendidikan: Presiden Prabowo menyatakan keinginan untuk meningkatkan jumlah pemuda Indonesia yang belajar di Rusia melalui program beasiswa, sebagai investasi jangka panjang.
• Ekonomi Digital
• Investasi
• Transportasi
• Konektivitas antar-lembaga strategis

Untuk meningkatkan konektivitas penerbangan, Rusia telah membuka penerbangan langsung Moskow-Bali setiap pekan. Rencananya, frekuensi penerbangan ini akan ditingkatkan menjadi empat kali seminggu selama musim dingin. Selain itu, Indonesia juga mendorong pembukaan rute penerbangan ke kota-kota lain di Rusia untuk memperluas akses dan konektivitas.

Selain pertemuan bilateral, Presiden Prabowo Subianto juga menjadi pembicara utama di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) ke-28. Dalam pidatonya, beliau menyoroti beberapa poin penting:

• Pertumbuhan populasi Indonesia yang mencapai 5 juta jiwa per tahun dan pentingnya pengelolaan pertumbuhan ini.
• Pernyataan bahwa Rusia dan China tidak pernah memiliki standar ganda, selalu membela pihak tertindas, dan mendukung keadilan, sejalan dengan perkembangan dunia multipolar.
• Penegasan kebijakan luar negeri Indonesia yang non-blok dan menjunjung tinggi persahabatan antarbangsa, serta keyakinan bahwa menjalin hubungan baik dengan negara lain tidak berarti mengorbankan kepentingan nasional.
• Pencapaian pemerintahannya dalam 7 bulan terakhir, termasuk peningkatan produksi beras dan jagung sekitar 50 persen dan cadangan beras pemerintah mencapai 4,4 juta ton, dengan target swasembada pangan dalam 1 tahun.
• Mengutip Nelson Mandela dan mengaitkannya dengan sejarah konflik di Aceh, di mana mantan Panglima GAM kini menjadi bagian dari Indonesia.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia adalah non-blok dan menjunjung tinggi persahabatan antarbangsa. Beliau meyakini bahwa menjalin hubungan baik dengan negara lain tidak berarti mengorbankan kepentingan nasional. Dalam konteks hubungan internasional, beliau juga menyatakan bahwa Rusia dan China tidak pernah memiliki standar ganda, selalu membela pihak tertindas, dan mendukung keadilan, sejalan dengan perkembangan dunia multipolar.

Hubungan perdagangan antara Indonesia dan Rusia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Presiden Putin menekankan bahwa Indonesia adalah mitra kunci Rusia di Asia Pasifik dan mitra dagang utama di Asia Tenggara. Data menunjukkan bahwa:

• Volume perdagangan antara Republik Indonesia dan Rusia mencapai 4,3 miliar dolar AS pada tahun 2024.
• Perdagangan ini mengalami peningkatan sebesar 40 persen dalam empat bulan pertama tahun 2025.

Selain kerja sama yang telah disepakati, beberapa bidang lain juga dibahas untuk potensi kolaborasi di masa depan:

• Dukungan BRICS: Presiden Prabowo menyampaikan apresiasi atas dukungan Rusia di BRICS, di mana Indonesia resmi diterima sebagai anggota penuh.
• Eurasian Free Trade Area: Disepakati kerja sama dalam kerangka Eurasian Free Trade Area.
• Pasokan Komoditas: Rusia bersedia meningkatkan pasokan gandum dan minyak ke Indonesia.
• Energi Nuklir: Rusia juga terbuka untuk kerja sama dalam bidang nuklir untuk tujuan damai.

"Prabowonomics" adalah istilah yang muncul dalam diskusi di GREAT Institute, yang menyoroti arah kebijakan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo. Diskusi ini mengkaji tantangan di era perang global dan merekomendasikan pemerintah untuk:

• Menguasai kembali aset strategis.
• Mempercepat industrialisasi, khususnya yang terkait dengan kedaulatan pangan dan energi.

Diskusi tersebut juga mengkaji kecenderungan Presiden Prabowo untuk lebih dekat dengan Rusia, China, dan negara-negara BRICS dalam konteks kebijakan luar negeri dan ekonomi.