Polemik Panas 4 Pulau Aceh-Sumut: Kemendagri Bakal Kaji Ulang Klaim dan Dugaan Migas Melimpah

Polemik 4 Pulau Aceh-Sumut kembali panas dengan dugaan migas melimpah. Temukan alasan, sejarah, dan langkah Kemendagri dalam menyikapi klaim sengketa ini.

article

Metrics

{"image":"https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/0x0/webp/photo/p2/06/2025/06/12/Pulau-Aceh-2730521662.jpg","trendingStart":"2025-06-13T10:00:01.492Z","trendingEnd":"2025-06-13T10:00:01.480Z","updatedAt":"2025-06-13T10:05:33.846Z","articleCount":15}
feed

Berita

Polemik mengenai status kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara kembali mencuat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengambil langkah terkait sengketa ini, yang juga diwarnai dugaan adanya potensi sumber daya alam melimpah di pulau-pulau tersebut. Berikut adalah rangkuman perkembangan terkini dari berbagai sumber.

Latar Belakang Sengketa dan Keputusan Kemendagri

Informasi mengenai pulau-pulau yang disengketakan, keputusan Kementerian Dalam Negeri terkait status administratifnya, serta kronologi dari sengketa yang telah berlangsung lama.

  • Pulau yang Disengketakan dan Status Administratif
    • Empat pulau yang menjadi objek sengketa adalah Pulau Mangkir Besar (atau Mangkir Gadang), Pulau Mangkir Kecil (atau Mangkir Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.
    • Sebelumnya, pulau-pulau ini dilaporkan masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
    • Berdasarkan keputusan Kementerian Dalam Negeri, keempat pulau tersebut kini tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Keputusan ini tertuang dalam beberapa regulasi, termasuk Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 dan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
  • Kronologi Sengketa dan Dasar Keputusan Kemendagri
    • Sengketa ini telah berlangsung lama, setidaknya sejak tahun 2008, dengan klaim dari kedua provinsi.
    • Kemendagri, melalui Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, melakukan verifikasi. Pada tahun 2009, Gubernur Aceh mengajukan perubahan nama untuk empat pulau menggunakan koordinat yang sama dengan pulau-pulau di Tapanuli Tengah.
    • Rapat pada tahun 2020 yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga menghasilkan kesepakatan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam Provinsi Sumatera Utara, yang kemudian dituangkan dalam Permendagri Nomor 58 Tahun 2021.
    • Dasar keputusan Kemendagri antara lain adalah hasil penelitian batas darat oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut, dan Topografi Angkatan Darat, serta survei faktual yang menunjukkan lokasi pulau lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.
    • Menurut survei, pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni, meskipun terdapat beberapa fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Aceh di Pulau Panjang dan hunian sementara yang digunakan nelayan serta petani.

Dugaan Adanya Cadangan Migas

Muncul spekulasi mengenai potensi sumber daya alam sebagai salah satu faktor dalam sengketa ini.

  • Spekulasi Potensi Migas
    • Anggota DPR RI, Muslim Ayub, menduga bahwa peralihan status administratif keempat pulau tersebut terkait dengan adanya potensi kandungan minyak dan gas (migas) yang melimpah, serta adanya rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA).
  • Tanggapan Kemendagri
    • Pihak Kementerian Dalam Negeri, melalui Dirjen Administrasi Kewilayahan, menyatakan tidak mengetahui adanya potensi cadangan migas di keempat pulau yang disengketakan. Hasil inspeksi hanya menemukan bahwa pulau-pulau tersebut tidak berpenghuni, tetapi terdapat hunian sementara yang digunakan oleh nelayan dan petani.

Pentingnya Aspek Historis, Kultural, dan Kesepakatan Terdahulu

Selain aspek geografis dan administratif, aspek sejarah, budaya, dan perjanjian masa lalu menjadi poin penting yang diangkat oleh berbagai pihak.

  • Perspektif Historis dan Kultural
    • Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menekankan bahwa penyelesaian sengketa batas wilayah tidak bisa hanya mengandalkan aspek geografis semata, tetapi juga harus mempertimbangkan sisi historis dan realita kultural masyarakat setempat. Pendekatan yang menyeluruh dan inklusif diperlukan.
    • Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, juga menyebut bahwa sengketa ini telah berlangsung sejak tahun 1928.
  • Kesepakatan Tahun 1992
    • Pemerintah Provinsi Aceh mengingatkan adanya kesepakatan yang dibuat pada tahun 1992 antara Gubernur Aceh (Ibrahim Hasan) dan Gubernur Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) terkait status keempat pulau tersebut. Kesepakatan ini dianggap seharusnya menjadi acuan.
    • Kemendagri mengakui baru mengetahui adanya kesepakatan tahun 1992 tersebut pada Juni 2022, setelah keputusan penetapan pulau ke Sumatera Utara dibuat. Masalah ini direncanakan akan disidangkan lagi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
    • Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menilai Permendagri 141 Tahun 2017 tentang penegasan batas daerah juga mendukung pentingnya kesepakatan yang pernah dibuat sebelumnya.

Upaya Penyelesaian, Reaksi Berbagai Pihak, dan Langkah Hukum

Berbagai langkah diupayakan untuk menyelesaikan polemik ini, diiringi beragam reaksi dari pejabat dan potensi jalur hukum.

  • Kajian Ulang dan Mediasi Kemendagri
    • Kementerian Dalam Negeri dijadwalkan akan melakukan kajian ulang status kepemilikan keempat pulau tersebut pada tanggal 17 Juni 2025.
    • Kemendagri juga berencana mempertemukan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, untuk mencari titik temu dan solusi. Pertemuan informal sebelumnya pada 4 Juni 2025 belum menghasilkan kesepakatan yang jelas.
  • Reaksi dari Aceh
    • Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dengan tegas menolak keputusan Kemendagri dan menyatakan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik Aceh sejak dulu, didukung oleh alasan, bukti, dan data kuat.
    • Anggota DPR RI asal Aceh, seperti Muhammad Nasir Djamil dan Jamaluddin Idham (PDIP), menyuarakan penolakan keras. Mereka mendesak Kemendagri untuk merevisi keputusannya, menilai keputusan tersebut melukai rasa keadilan dan prinsip otonomi khusus Aceh, serta merusak identitas, sejarah, dan kedaulatan wilayah Aceh. Mereka meyakini Aceh masih memiliki peluang hukum dan administratif untuk mengklaim kembali pulau-pulau tersebut dan meminta Pemerintah Daerah Aceh mengambil langkah strategis.
  • Respons Pihak Terkait Lainnya
    • Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan dukungan terhadap pengelolaan bersama sumber daya alam di pulau-pulau tersebut jika ada kesepakatan antara kedua daerah.
    • Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan keinginan untuk mengelola bersama empat pulau tersebut. Pernyataan ini memicu reaksi di media sosial, termasuk unggahan video berisi hinaan terhadap keluarganya yang diposting ulang oleh Bobby Nasution.
    • Gubernur Sumatera Utara dan Aceh dilaporkan sepakat untuk menyikapi keputusan Kemendagri secara bersama dan membuka peluang kolaborasi pengelolaan sumber daya alam di kawasan perbatasan.
  • Opsi Jalur Hukum
    • Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri mempersilakan Pemerintah Aceh untuk menempuh jalur hukum jika tidak menerima keputusan terkait status empat pulau tersebut. Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) setempat maupun Jakarta Pusat, atau melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Kemendagri menyatakan akan menghormati setiap upaya hukum dan mematuhi putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat.
article

Sumber

play_circle

Video

gallery_thumbnail

Gambar

we are hiring

We are hiring 🎉

Siap Berkarir dan Berkembang Bersama?

Lamar sekarang

Berita terkini dan terbaru setiap hari. Update nasional, internasional, dan trending, cepat serta terpercaya untuk kebutuhan informasi Anda.